Pandangan terhadap pekerjaan sesungguhnya merupakan konstruksi budaya masyarakat yang mendorong pemaknaan terhadapnya. Masyarakat kita masih menganggap bahwa pekerjaan sebagai PNS memiliki stratifikasi sosial yang lebih tinggi dibanding non PNS. Tidak jelas apa maksudnya namun demikian adanya.
Identitas seseorang ini dipandang dari pekerjaannya, PNS atau non-PNS. Mereka yang PNS setidaknya memiliki pandangan dan citra positif di masyarakat. Bebas dari gunjingan tetangga dan memiliki privilege ketika hendak mencalonkan diri sebagai ketua RT (Rukun Tetangga), dan satu lagi, ketika hendak mengajukan pinjaman ke kas RT (Rukun Tetangga) lebih dipermudah dengan anggapan mereka yang PNS, ketika mengajukan pinjaman akan membayar tepat waktu.
Identitas sendiri menurut Berger dan Luckmann (2018) dijelaskan bahwa identitas merupakan suatu unsur kunci dari kenyataan subjektif dan sebagaimana semua kenyataan subjektif, berhubungan secara dialektik dengan masyarakat. Proses-proses sosial dan interaksi sosial yang terjadi, kemudian membentuk dan mempertahankan identitas ditentukan oleh struktur sosial. Oleh karenanya identitas berhubungan erat dengan dinamika yang terjadi di masyarakat.
Sebuah kebanggan sendiri menyandang label seorang PNS atau bahkan memiliki anak PNS. Identitas Ke-PNS-an itu melekat dalam budaya masyarakat Indonesia dan dipandang sebagai orang yang lebih kajen dari mereka yang bukan PNS. Privilege seorang PNS di mata masyarakat yang positif inilah yang juga barangkali mendorong jumlah pendaftar PNS dari tahun ke tahun yang mengalami peningkatan signifikan.
Ketertarikan menjadi PNS semakin meningkat dari tahun ke tahun. Citra masyarakat yang positif terhadap PNS juga sekaligus mendorong banyaknya angka pendaftar CPNS dari tahun ke tahun. Namun semakin banyaknya pendaftar itu artinya semakin ketat pula seleksi menjadi PNS. Dan itu artinya ada satu hal yang terjustifikasi, bahwa seseorang yang lolos PNS semakin menjadi orang yang tergolong “istimewa”, karena mampu mengalahkan pesaingnya yang tiap tahun semakin meningkat. Dan kemudian efeknya juga semakin memantapkan posisi PNS dalam stratifikasi sosial yang mapan, memandang PNS lebih baik daripada non PNS.
Dan seperti yang dikatakan Berger dan Luckman bahwa identitas adalah unsur kunci kenyataan subyektif dan sebagaimana semua kenyataan subjektif, berhubungan secara dialektik dengan masyarakat. Proses-proses sosial dan interaksi sosial yang terjadi, kemudian membentuk dan mempertahankan identitas ditentukan oleh struktur sosial. Maka kemapanan identitas dalam stratifikasi sosial menjadi PNS akan semakin kokoh dengan pola yang terjadi , yakni peningkatan nya dari tahun ke tahun.
Pada akhirnya identitas sebagai hasil dari konstruksi sosial masyarakat, dalam hal ini adalah bekerja sebagai PNS, selama beberapa tahun ini masih mapan. Pola peningkatan pendaftar menjustifikasi bahwa menjadi PNS adalah suatu hal yang diperebutkan oleh banyak orang. Entah apapun motif menjadi PNS tapi setidaknya yang saya ketahui, PNS masih menjadi pekerjaan elegan dan sarat akan pengakuan ketimbang non PNS. Dan banyak orang merebutkannya.
Akhirnya bagi mereka yang ditanyai pekerjaan perlu berbesar hati menerima sinisnya pandangan serta dakwaan akan statusnya yang bukan PNS. Sebab PNS masih menjadi satu hal yang diminati dan peminatnya semakin bertambah dari tahun ke tahun, dan konstruksi masyarakat akan pandangan positif terhadap PNS yang mapan. Pembuktian perlu dilakukan bahwa yang bukan PNS tidak bisa langsung dicap under estimate, ini memerlukan effort dalam mengubah pandangan masyarakat terkait non PNS yang dinilai subordinat dengan PNS. Tapi percayalah bahwa pembuktian yang elegan itu tidak perlu melalui kata-kata yang keras dan lantang. Cukup tunjukan bahwa non PNS bisa setara dan bahkan lebih dari PNS dalam strata sosialnya, paling tidak gajinya harus lebih tinggi dari PNS. Agar gunjingan dan dakwaan orang tidak menghantui pikiran dan hati kita.