Status PNS adalah suatu keistimewaan?

Esensi dari pekerjaan sebenarnya adalah sebagai “alat” manusia untuk menghidupi kehidupannya. Namun esensi itu nampaknya sudah mulai bergeser. Sekarang pekerjaan juga menjadi suatu “alat” untuk mengukur strata sosial seseorang. Mereka dinilai atas dasar pekerjaannya, tidak peduli bagaimana prospek pekerjaan tersebut, dan lain sebagainya, sungguh pragmatis. Yang penting jika PNS maka secara sah mereka memiliki strata sosial lebih tinggi dibanding non PNS.

Masyarakat kita masih menganggap bahwa pekerjaan sebagai PNS memiliki strata sosial yang lebih tinggi dibanding non PNS. Tidak jelas apa maksudnya, namun demikian adanya. Mereka yang PNS setidaknya memiliki pandangan dan citra positif di masyarakat, bebas dari gunjingan tetangga, dipandang sebagai menantu idaman dan sederet hal positif lain tentang PNS.

Sebuah kebanggan sendiri memang menyandang label sebagai seorang PNS atau bahkan memiliki anak PNS. Identitas Ke-PNS-an itu melekat cukup lama dalam budaya masyarakat Indonesia dan dipandang sebagai orang yang lebih dihormati dibanding mereka yang bukan PNS. Padahal jika melihat jenis pekerjaan lain yang ada diluar sana, banyak yang memiliki prospek yang jauh lebih mentereng. Namun, suka tidak suka, itulah yang terjadi di Indonesia hingga saat ini.

Nah, menurut kalian, benarkah demikian? Tuliskan pendapat kalian di kolom komentar yaa.

2 Likes

Menurutku sebenarnya persepsi seperti ini telah tumbuh secara turun-temurun sejak berkembang secara pesat pada era Orde Baru. Menurut Yunindar (2010), seseorang yang menjadi PNS dipandang memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan dengan rakyat biasa karena PNS dianggap memiliki kehidupan yang telah terjamin karena penghasilan yang tetap dengan berbagai tunjangan serta masa depan yang terjamin hingga mereka pensiun nanti. Persepsi seperti itu tumbuh karena pada era Orde Baru masih sangat sulit menemukan pekerjaan swasta dengan penghasilan yang tetap terutama masyarakat kelas menengah ke bawah karena masih banyaknya keterbatasan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kestabilan ekonomi. Ditambah lagi, PNS di era Orde Baru menjadi mesin pendukung utama rezim pemerintahan Soeharto sehingga seorang PNS dianggap memiliki posisi yang aman karena dekat dengan pemerintah dan latar belakangnya “bersih” dari organisasi PKI yang saat itu sangat dilarang.

Era Orde Baru yang telah runtuh sejak lebih dari dua dekade yang lalu nyatanya belum mampu menggeser stigma atau persepsi profesi PNS tersebut di zaman sekarang. Para orang tua hingga saat ini terlanjur memiliki persepsi yang menancap di otak mereka bahwa seorang PNS memiliki jaminan hidup yang lebih baik dari pekerjaan lainnya (terutama sektor swasta). Oleh karena itu, tidak sedikit orang tua saat ini yang masih menyuruh anaknya untuk berprofesi sebagai PNS atau mencari calon menantu yang seorang PNS karena dianggap memiliki masa depan yang lebih cerah. Persepsi orang tua tersebut tentunya sangat berpeluang ditularkan juga ke anak-anak mereka yang tidak memiliki pikiran yang kritis.

Padahal, kita sekarang hidup di zaman yang perkembangannya sudah jauh jika dibandingkan dengan era Orde Baru. Saat ini, sudah sangat banyak orang yang sukses dengan menjadi entrepreneur atau pengusaha meskipun dirintis benar-benar dari bawah karena banyaknya kemudahan akses teknologi yang telah tersedia serta pasar yang sangat luas. Oleh karena itu, menurutku persepsi PNS memiliki kedudukan yang lebih istimewa dibandingkan dengan pekerjaan lainnya adalah tidak benar karena masih sangat banyak pekerjaan lainnya yang memiliki prospek masa depan yang lebih bagus lagi.

Sumber

Yunindar, C. (2010). Hubungan antara Persepsi terhadap Status Sosial PNS (Pegawai Negeri Sipil) dengan Minat Menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) pada Mahasiswa yang Tinggal di Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

3 Likes

Tidak benar. Karena menurutku banyak pekerjaan lain yang jika ditekuni akan menhasilkan pendapatan yang lebih besar daripada PNS. Stereotipe ini berkembang karena keyakinan orang tua sejak jaman dahulu, bahwa siapa saja yang bekerja sebagai PNS pasti memiliki TV di rumah, memiliki kendaraan sepeda motor, dan kemewahan kecil lainnya. Nah, pandangan ini menyebabkan masyarakat meyakini bahwa keluarga PNS pastilah keluarga kaya, sayangnya, pandangan ini terus berkembang hingga saat ini. See, masih banyak milenial yang diminta orang tuanya untuk mendaftarkan CPNS ditahun ini, termasuk saya. (even kuliah belum selesai :)) dengan alasan gajinya aman, terjamin dan tidak rawan dipotong
Yustika Noor Arifa, career coach yang belajar master di bidang Career Development and Coaching Studies dan kandidat doktor di Universitas Vrije di Amsterdam, Belanda, menjelaskan bahwa generasi yang lebih tua memang lebih menginginkan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil yang dinilai lebih terjamin. Menurut generasi yang lebih tua, pekerjaan yang paling aman di Indonesia adalah menjadi PNS, karena ada asuransi, tunjangan hari tua, anaknya ditanggung, istrinya ditanggung ketika suaminya sudah tidak ada dan lain-lain. Sehingga itu dinilai yang paling aman. Padahal anak-anak zaman sekarang trennya kutu loncat. Mereka sering tidak betah berada dalam pekerjaan yang sama selama bertahun-tahun, toh sekarang meskipun kutu loncat semua bisa disiapkan sendiri, misalnya asuransi, jaminan hari tua yang seperti apa juga bisa direncanakan sendiri.

1 Like

Pandangan terhadap pekerjaan sesungguhnya merupakan konstruksi budaya masyarakat yang mendorong pemaknaan terhadapnya. Masyarakat kita masih menganggap bahwa pekerjaan sebagai PNS memiliki stratifikasi sosial yang lebih tinggi dibanding non PNS. Tidak jelas apa maksudnya namun demikian adanya.

Identitas seseorang ini dipandang dari pekerjaannya, PNS atau non-PNS. Mereka yang PNS setidaknya memiliki pandangan dan citra positif di masyarakat. Bebas dari gunjingan tetangga dan memiliki privilege ketika hendak mencalonkan diri sebagai ketua RT (Rukun Tetangga), dan satu lagi, ketika hendak mengajukan pinjaman ke kas RT (Rukun Tetangga) lebih dipermudah dengan anggapan mereka yang PNS, ketika mengajukan pinjaman akan membayar tepat waktu.

Identitas sendiri menurut Berger dan Luckmann (2018) dijelaskan bahwa identitas merupakan suatu unsur kunci dari kenyataan subjektif dan sebagaimana semua kenyataan subjektif, berhubungan secara dialektik dengan masyarakat. Proses-proses sosial dan interaksi sosial yang terjadi, kemudian membentuk dan mempertahankan identitas ditentukan oleh struktur sosial. Oleh karenanya identitas berhubungan erat dengan dinamika yang terjadi di masyarakat.

Sebuah kebanggan sendiri menyandang label seorang PNS atau bahkan memiliki anak PNS. Identitas Ke-PNS-an itu melekat dalam budaya masyarakat Indonesia dan dipandang sebagai orang yang lebih kajen dari mereka yang bukan PNS. Privilege seorang PNS di mata masyarakat yang positif inilah yang juga barangkali mendorong jumlah pendaftar PNS dari tahun ke tahun yang mengalami peningkatan signifikan.

Ketertarikan menjadi PNS semakin meningkat dari tahun ke tahun. Citra masyarakat yang positif terhadap PNS juga sekaligus mendorong banyaknya angka pendaftar CPNS dari tahun ke tahun. Namun semakin banyaknya pendaftar itu artinya semakin ketat pula seleksi menjadi PNS. Dan itu artinya ada satu hal yang terjustifikasi, bahwa seseorang yang lolos PNS semakin menjadi orang yang tergolong “istimewa”, karena mampu mengalahkan pesaingnya yang tiap tahun semakin meningkat. Dan kemudian efeknya juga semakin memantapkan posisi PNS dalam stratifikasi sosial yang mapan, memandang PNS lebih baik daripada non PNS.

Dan seperti yang dikatakan Berger dan Luckman bahwa identitas adalah unsur kunci kenyataan subyektif dan sebagaimana semua kenyataan subjektif, berhubungan secara dialektik dengan masyarakat. Proses-proses sosial dan interaksi sosial yang terjadi, kemudian membentuk dan mempertahankan identitas ditentukan oleh struktur sosial. Maka kemapanan identitas dalam stratifikasi sosial menjadi PNS akan semakin kokoh dengan pola yang terjadi , yakni peningkatan nya dari tahun ke tahun.

Pada akhirnya identitas sebagai hasil dari konstruksi sosial masyarakat, dalam hal ini adalah bekerja sebagai PNS, selama beberapa tahun ini masih mapan. Pola peningkatan pendaftar menjustifikasi bahwa menjadi PNS adalah suatu hal yang diperebutkan oleh banyak orang. Entah apapun motif menjadi PNS tapi setidaknya yang saya ketahui, PNS masih menjadi pekerjaan elegan dan sarat akan pengakuan ketimbang non PNS. Dan banyak orang merebutkannya.

Akhirnya bagi mereka yang ditanyai pekerjaan perlu berbesar hati menerima sinisnya pandangan serta dakwaan akan statusnya yang bukan PNS. Sebab PNS masih menjadi satu hal yang diminati dan peminatnya semakin bertambah dari tahun ke tahun, dan konstruksi masyarakat akan pandangan positif terhadap PNS yang mapan. Pembuktian perlu dilakukan bahwa yang bukan PNS tidak bisa langsung dicap under estimate, ini memerlukan effort dalam mengubah pandangan masyarakat terkait non PNS yang dinilai subordinat dengan PNS. Tapi percayalah bahwa pembuktian yang elegan itu tidak perlu melalui kata-kata yang keras dan lantang. Cukup tunjukan bahwa non PNS bisa setara dan bahkan lebih dari PNS dalam strata sosialnya, paling tidak gajinya harus lebih tinggi dari PNS. Agar gunjingan dan dakwaan orang tidak menghantui pikiran dan hati kita.