Sindrom Anak Tunggal, Mitos atau Fakta?

Anak tunggak cenderung memiliki karakter tersendiri yang membedakan mereka dari anak-anak lain yang memiliki saudara. Anak tunggal sering dicap manja, sulit berbagi, dan sulit bersosialisasi dengan anak lain. Di sisi lain, anak tunggal juga dianggap anak yang tumbuh dengan kesepian. Kondisi seperti itu juga sering disebut sindrom anak tunggal. Stigma yang paling umum dari anak tunggal bahwa ‘sindrom anak tunggal’ membuat anak menjadi manja, suka memerintah, kesepian, egois dan tidak bisa berbaur secara sosial.
Bagaimana tanggapan Youdics terkait sindrom anak tunggal ini, Mitos atau Fakta?

Summary

https://www.halodoc.com/artikel/penjelasan-psikologi-mengenai-sindrom-anak-tunggal

Aku pernah menjadi anak tunggal dengan waktu yang cukup lama dan menjadi anak tunggal emang sering bgt mendapatkan stigma yang disebutkan diatas. Aku hidup mandiri, 3 tahun asrama dan sekarang merantau, bersosialisasi dengan mengikuti organisasi, training, dan volunteer. itu semua tergantung dari orang tua bagaimana mereka mendidik anaknya. memberikan anak pergaulan yang sehat sesuai umurnya, mengajari cara berbagi dengan teman, belajar etika dan belajar hal lainnya yang umum diajarkan membuat anak tunggal tumbuh dengan baik. namun, terdapat beberapa orangtua yang terlalu posesif dengan anaknya dengan alasan hanya memiliki anak satu, sangat susah mendapatkan anak dan alasan lainnya sehingga si anak dijaga seketat mungkin, tidak boleh berbuat ini tidak boleh berbuat itu, berteman hanya dengan orang-orang tertentu, tidak boleh lecet blablabla, hal itulah yang membuat anak tunggal menjadi memiliki dunianya sendiri atau dikenal dengan sindrom anak tunggal.
tidak hanya anak tunggal yang suka memerintah, anak pertama juga suka memerintah teman-teman, atau bahkan egois dalam beberapa hal. ini semua dibentuk dari rumah. jika diajarkan “kamu nanti kalo minta itu suruh aja si bibi yang ambil ya” atau “kamu harus ikut eskul ini untuk kebaikan kamu” hal sepele itu yang membuat sikap sanganak menjadi suka memerintah dan egois karena sudah terbiasa dan diajarkan. anak adalah peniru yang sangat baik. jadi semua itu tergantung dari orangtua membesarkan anaknya bagaimana.

Sindrom anak tunggal mungkin hanya mitos. Banyak psikolog yang setuju bahwa sindrom anak tunggal mungkin hanya mitos. Jika ada seorang anak tunggal yang memiliki karakter antisosial atau egois, itu mungkin karena ia terisolasi di dalam rumah atau jarang diajak bergaul oleh orangtuanya. Anak-anak saat ini, memiliki banyak kesempatan untuk bersosialisasi dengan anak-anak lain, secara praktis sejak lahir. Misalnya di penitipan anak, di taman bermain, di sekolah, selama kegiatan ekstrakurikuler, atau secara online.

Banyak faktor berbeda yang membantu pembentukan karakter anak. Beberapa anak secara alami memiliki sifat pemalu, tertutup, dan lebih suka menyendiri. Anak akan tetap seperti ini terlepas dari apakah mereka memiliki saudara kandung atau tidak, dan ini tentu tidak apa-apa. Tampaknya, setiap kali seorang anak tunggal menunjukkan jenis perilaku negatif apa pun, banyak orang yang mengaitkannya dengan sindrom anak tunggal. Padahal, perilaku negatif tersebut bisa terjadi pada anak dalam keluarga besar dengan banyak saudara kandung. Jadi jika anak memiliki sifat pemalu ataupun egois, tidak perlu berasumsi bahwa ia mengalami sindrom anak tunggal atau memiliki masalah tertentu. Hal itu bisa menjadi bagian alami dari kepribadian kecil yang masih bisa didorong dengan pola asuh yang tepat.

src

Penjelasan Psikologi Mengenai Sindrom Anak Tunggal

Pada awal abad 20-an, ada beberapa kecemasan apabila anak yang tumbuh tanpa saudara dapat menjadikan anak menjadi hipersensitif apabila orangtua memfokuskan semua kekhawatiran dan ketakutan mereka pada sang anak. Namun menurut data-data pada abad 21, stereotip tersebut dianggap omong kosong dan anak tunggal tidak menunjukkan kekurangan yang serius.

Penelitian dalam berbagai penelitian pada 100 tahun terakhir pada anak tunggal berusaha mengetahui apakah stereotip tersebut benar. Sejak tahun 1970-an, kebanyakan penelitian anak tunggal telah membantah kebenaran dari sindrom anak tunggal.

Contohnya, sampel dari komunitas Quebec menunjukkan bahwa anak tunggal yang berusia antaar 6-11 tahun memiliki resiko besar terkena gangguan mental. Namun pada penelitian lain beberapa tahun kemudian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara anak tanpa saudara maupun dengan saudara terkait dengan kesehatan mental, setiadknya pada anak usia kurang dari 5 tahun.

Toni Falbo seorang psikolog dianggap expert pada bidang anak tunggal dengan penelitiannya selama 40 tahun terakhir. Pada penelitiannya dia menemukan perhatian ekstra yang didapatkan anak dapat berefek positif. Dia menyimpulkan bahwa anak tunggal memiliki prestasi lebih dibandingkan anak lain yang hidup dalam keluarga besar. Mereka juga memiliki kebutuhan yang lebih sedikit pada keterikatan (attachment), mungkin karena mereka tidak kekurangan afeksi.

Pada evaluasi lain Falbo menganalisis 115 penelitian pada anak tunggal berkaitan dengan pencapaian, karakter, kecerdasan, penyesuaian diri, hubungan sosial, dan hubungan anak-orangtua. Dibandingkan pada keluarga dengan beberapa anak, anak tunggal unggul pada beberapa kelompok di area karakter, pencapaian, dan kecerdasan. Hasil evaluasi itu juga menunjukkan bahwa anak tunggal memiliki hubungan yang lebih baik pada orangtua dan anak.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Andreas Klocke dan Sven Stadtmülle dari Universitas Frankfurt pada tahun 2018 mengambil data sekitar 10.000 siswa di German yang terdiri dari anak tunggal maupun anak dengan saudara yang meneliti kualitas hubungan orangtua-anak. Hasil penelitian menunjukkan 25% anak tunggal menganggap hubungan mereka dengan orangtua positif. Sementara itu dibawah 24% anak pertama, 20% anak tengah, dan 18% anak bungsu memiliki hubungan baik dengan orangtuanya.

Anak jaman sekarang memiliki berbagai kesempatan untuk bersosialisasi dengan anak lain bahkan sejak dia dilahirkan entah dari daycare, taman, tempat bermain, sekolah, kegiatan ekstrakulikular, bahkan online. Sementara pada masa lalu kebanyakan orang hidup di area yang lebih terpencil dan jauh dari tetangga lain sehingga anak tunggal lebih terisolasi dengan anak sebayanya. Kurangnya hubungan sosial itu dapat mempengaruhi karakter anak menjadi perilaku antisosial, kemampuan sosial yang buruk, maupun jadi egois. Para psikolog setuju bahwa berbagai perbedaan faktor dapat membantu membentuk perkembangan anak.

Jadi sindrom itu hanya sekedar mitos saja. Yang membentuk kepribadian anak tunggal tergantung pada kondisi lingkungan sekitar dan cara mendidik orangtuanya.

Sumber

Pada kebanyakan masyarakat di Indonesia, sindrom anak tunggal ini menurut saya adalah fakta. Munculnya sindrom anak tunggal sendiri tidak lepas hubungannya dengan pola asuh yang diberikan oleh orang tuanya. Karena berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Elfitri (2017) yang dilakukan pada orang tua yang memiliki anak tunggal di Kampung Sungai Kuyung Provinsi Sumbar, diketahui ada beberapa pola asuh dari orang tua yang tidak tepat yang membuat anaknya tidak nyaman seperti orang tua tidak membina hubungan hangat, dan tidak bertukar pendapat, berbagi pengalaman dengan anak tunggal, orang tua hanya menjadi pendengar yang baik dan tanpa berkomentar, sehingga anak tunggal tidak mau bercerita kepada orang tuanya. Oleh karena itu tidak jarang anak tunggal sering merasa kesepian, selain tidak mempunyai saudara kandung, orang tua yang cenderung cuek juga bisa menjadi penyebab kesepian.
Orang tua harus bisa memberikan pendapat ataupun masukan kepada anak tunggal, dikarenakan anak tunggal tidak mempunyai saudara dan hanya orang tua di rumah. Orang tua seharusnya dapat menjadi pendengar yang baik sekaligus menjadi teman bercerita yang nyaman bagi anak tunggal sebagai relasi bersosialisasi anak tunggal temukan sebelum keluar rumah, agar anak tunggal tidak menjadi anak yang lebih suka memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri atau egois.

Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa orang tua tidak terlalu menganjurkan untuk mengikuti kesempatan sosial, bahkan orang tua sering melarang anak tunggal untuk mengikuti berbagai kegiatan sosial degan alasan kegiatan- kegiatan tesebut tidak penting, sementara orang tua tidak melihat dari sisi anak tunggal merasa terasingkan dengan teman-temannya apa bila tidak mengikuti kegiatan-kegiatan tesebut. Maka dari itu anak tunggal bisa menjadi anak yang sulit berbaur dengan lingkungan sosialnya. Sementara yang seharusnya menurut. Borba (2010) menjelaskan Orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk mengikuti kegiatan sosial di sekolah dan di lingkungan masyarakat agar sang anak mudah berbaur dengan lingkungan sosialnya.

Sumber :