Berdasarkan berita yang dimuat oleh Kompas.com pada tanggal 24 Juli 2021, tercatat 17.475.996 juta orang yang sudah divaksin dosis kedua. Jumlah tersebut berdasarkan hasil laporan dari pemerintah yang disampaikan oleh KemenKes melalui laman www.kemenkes.go.id. Sedangkan untuk dosis pertama jumlah orang yang sudah divaksin sebanyak 21,8 persen atau 44.107.926 orang. Rata-rata orang yang sudah divaksin meliputi tenaga kesehatan, petugas publik, lansia, masyarakat rentan, masyarakat umum dan anak usia 12-17 tahun.
Sedangkan untuk target pemerintah sendiri setidaknya masyarakat yang sudah divaksin dapat menyentuh angka 208.265.720. Sasaran yang paling diutamakan yaitu orang-orang yang terlibat di ruang publik seperti tenaga kesehatan, tenaga pendidik, lansia, masyarakat yang rentan dan umum serta anak-anak.
Adapun data terupdate pada bulan Agustus 2021 angka menunjukkan kenaikan, yaitu total vaksin mencapai 26,46% dari 208.265.720 orang yang telah divaksin dosis pertama sedangkan dosis kedua sejumlah 14,02% dari 208.265.720 orang.
Namun berdasarkan data tersebut dapat kita ketahui bahwa, angka masyarakat yang sudah melakukan vaksin bahkan belum menyentuh 20 persen sampai ke dosis kedua. Sedangkan target pemerintah saat ini vaksin sudah dapat memenuhi para petugas yang banyak melakukan aktivitas di ruang publik, yang artinya belum sampai keranah masyarakat yang awam akan vaksin. Hal tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri yang faktanya dalam menyelesaikan hal tersebut butuh kepedulian dan gerakan yang spesifik.
Program vaksinasi merupakan salah satu bagian dari sistem kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan terutama dalam hal penyakit yang dapat dicegah dengan imuniasi (PD3I). Program ini diharapkan oleh pemerintah dapat menyasar masyarakat secara global untuk meningkatkan daya tubuh mereka menghadapi penularan Covid-19 yang tidak bisa dipastikan kapan berakhir. Gerakan ini sedang gencar dilakukan tidak hanya di negara Indonesia namun juga negara lainnya agar aktivitas normal dapat segera perlahan dilakukan dengan nyaman.
Setidaknya terdapat beberapa kunci yang dipegang oleh pemerintah untuk menyukseskan program ini agar dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, yaitu : tenaga kesehatan, dan peran masyarakat itu sendiri. Namun tidak jarang kita masih menemukan pro-kontra yang tidak berkesudahan dan tak lain bahkan berasal dari orang yang melek akan teknologi dan penggunaan media sosial. Sehingga dalam hal ini kurangnya integrasi dari satu orang dengan yang lainnya yang juga cukup memiliki dampak akan menyebarnya informasi yang menghipnotis masyarakat untuk tidak melakukan vaksinasi.
Menurut saya, faktor utama yang menghambat masih banyaknya masyarakat yang takut akan vaksin hanya satu yaitu : Informasi. Pentingnya informasi yang dapat menyasar seluruh lapisan masyarakat untuk memahami peran penting vaksin tidak hanya sekedar kampanye dan iklan-iklan yang membuat mereka hanya sekedar menjadi penonton yang pasif, tetapi juga bagaimana informasi tersebut dapat menggerakkan mereka dalam mengambil sikap atau tindakan.
Berdasarkan pengalaman saya sendiri yang berasal dari daerah yang jauh dari kota, yang cukup terbilang masyarakatnya tidak terlalu buta akan informasi masih saja mengalami miskomunikasi dan menganggap bahwa vaksin adalah virus yang hanya memperburuk kesehatan mereka. Pikiran ini menetap kuat dialam bahwa sadar mereka salah satunya karena faktor penyebaran informasi mouth of mouth yang berasal dari satu orang utama yang tak lain merasa bahwa merasa bahwa keuntungan vaksin tidak sebanding dengan apa yang diharapkan. Sehingga muncul pemikiran buruk masyarakat untuk tidak melakukan vaksin dengan ketakutan utama pekerjaan mereka sebagai pencari nafkah akan terganggu dan ketakutan-ketakutan lainnya.
Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa masyarakat belum merasa aman akan vaksin karena merasa bahwa hanya mereka sendiri yang akan bertanggung jawab atas hidup mereka. Sedangkan irisan lainnya belum ada pihak lain yang secara detail memahami beragam pengalaman dan perspektif masyarakat dalam merespon program vaksin secara positif. Sehingga tidak jarang kita merasa bahwa masyarakat juga yang cukup “kolot” akan kasus ini.
Lantas, seperti apa langkah dalam mengatasi fenomena tersebut?
Hal utama yang harus diatasi adalah bagaimana pihak terkait dalam tatanan implementasi program vaksin dapat menjalin hubungan dengan para pihak lainnya yang kreatif dalam mengemas informasi yang menarik dan menyenangkan untuk masyarakat terkait vaksin. Sekarang media hanya banyak menyasar kaum muda sedangkan kaum tua biasanya hanya disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari mereka dan sebagian besar mereka tidak menyentuh sosial media. Sekalipun itu sosial media, informasi yang kita temukan belum terlalu menggerakan secara keseluruhan mengenai vaksin, yang artinya banyak informasi yang campur aduk terlebih berita-berita yang dapat menimbulkan perspektif yang trauamtis. Tentu keadaan ini dinilai cukup sensitif.
Peran masyarakat di kondisi saat ini merupakan hal yang penting, sehingga kita dapat meminimalisir penularan dan tentu tidak akan ada lagi yang namanya perpanjangan PPKM atau demo sana-sini. Cukup bagaimana satu dan lainnya dapat mendukung solusi yang sedang digerakkan pemerintah melalui porgram vaksin. Jika dilihat dari segi peran pemerintah pusat, menurut saya pemerintah sudah bekerja keras sampai vaskin dapat dijangkau keperdesaan. Namun perjalanan setelahnya yang masih terhambat dipertengahan. Seperti peran-peran bawahan kepemerintahan serta peran para bawahan lainnya dalam menjalankan tugas mereka yang kurang menyasar secara spesifik.
Seperti contohnya di daerah saya, masih banyak orang-orang yang takut divaksin, persoalan yang saya simpulkan, yaitu :
- Pemerintah daerah kurang detail pada strategi komunikasi
- Tidak efektifnya penggunaan media komunikasi
- Tidak ada publisitas terkait vaksin pada media khusus
- Belum ada program secara jelas akan gerakan mendukung vaksin
- Masyarakat yang kurang empati
Untuk beberapa lapisan masyarakat tak heran jika masih banyak yang menyepelekan vaksin tersebut, hal ini yang menjadi persoalan sesungguhnya yaitu mengalahkan pandangan yang buruk terhadap vaksin itu sendiri. Sehingga perlunya survei secara spesifik dan sadar akan karakter orang-orang di setiap daerah dengan mengandalkan pemerintah di setiap daerah itu masing-masing serta memastikan bahwa mereka dapat memberikan pelayanan publik yang terjamin akan kepuasan masyarakat agar terciptanya pengalaman yang berkesan untuk memecahkan pandangan yang buruk dari beberapa kelompok masyarakat yang memiliki perspektif yang tidak mengenakkan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menanggapi masyarakat yang takut akan efek samping negatif akibat vaksin maka jawaban yang kita dapatkan adalah dengan cara mengatasi masyarakat itu sendiri, mencari tau seperti apa pengalaman yang menyebabkan mereka takut divaksin setelah itu simpulkan dengan membuat perencanaaan strategis yang dirasa efektif disesuaikan berdasarkan survei yang telah ditemukan di lapangan.