Ngopi, Demi "Si Kopi" atau Demi Gengsi?

Indonesia saat ini menempati peringkat keempat sebagai penghasil kopi terbesa dunia. Indonesia dianugrahi dengan keadaan geografisnya yang sangat cocok difungsikan sebagai lahan perkebunan kopi dan tentunya hal ini berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian petani kopi di Indonesia. Banyak industri tumbuh mulai dari hulu hingga hilir. Di sektor hilir dari komoditi kopi ini bisa berupa industri kopi kemasan dan industri kedai kopi atau coffeshop.

Di era modern dan gaul seperti sekarang ini, dunia per-coffeshop-an di Indonesia kian menjamur. Mulai mulai dari yang instagramable sampai yang ala kadarnya, mulai dari yang industrial sampai yang back to nature, mulai dari yang mewah sampai sederhana pun ada, intinya apapun konsepnya, yang terpenting bisa untuk ngopi. Bagi para penikmat kopi, ngopi sekarang sudah dianggap sebagai suatu lifestyle.

Pola konsumsi kopi saat ini bukan hanya diminum di pagi hari saja namun di setiap waktu. Kopi sekarang juga bukan sekedar minuman pelengkap gorengan namun sudah dianggap sebagai minuman pokok bagi konsumen yang kecanduan terhadap minuman ini. Trend ini bukan hanya ada di kalangan konsumen dewasa namun juga dikalangan remaja.

Ngopi juga bukan menyoal “pahati dan manis”, tetapi bagaimana muatan yang menyertai aktifitas ngopi itulah yang akan berdampak lebih luas. Misalnya, para eksekutif muda akan menikmati secangkir kopi dengan menjalankan aktifitas dengan relasi bisnisnya. Begitu juga dengan mahasiswa, menikmati secangkir kopi yang diselingi mengerjakan tugas atau sekedar diskusi ringan. Namun, sekarang makna ngopi tidak hanya sebatas itu saja, banyak orang ngopi hanya demi gengsi dibandingkan “si kopi” itu sendiri. Dengan ngopi di tempat yang mewah, keren dan instagramable, mennjukkan bahwa yang bersangkutan dimata orang lain sebagai orang yang keren, mengikuti trend, banyak uang, dll. Semua soal gengsi.

Nah, benarkah demikian? Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini? Tulis pendapat kalian di kolom komentar yaa.

2 Likes

Wah topik yang menarik sekali. Menurutku memang benar bahwa terjadi perubahan perilaku konsumen dalam memaknai kegiatan minum kopi di cafe. Hal ini tentunya tidak dapat terlepas dari perkembangan teknologi dan media sosial. Dengan demikian, saat ini mayoritas orang yang minum kopi di cafe tidak hanya ingin menikmati rasa kopinya saja, namun disertai dengan berbagai motivasi lain yang bahkan lebih mendominasi dibandingkan dengan meminum kopinya.

Pendapat aku di atas sesuai dengan Solikatun et al. (2015) yang menyatakan bahwa budaya minum kopi pada kenyataannya telah mengalami pergeseran. Pada awalnya, budaya minum kopi bertujuan untuk menghilangkan rasa kantuk, meningkatkan kesadaran mental, pikiran, fokus dan respon. Minum kopi juga dapat menjadikan tubuh tetap terjaga dan meningkatkan energi. Namun, kedai kopi saat ini lebih berfungsi sebagai tempat proses pergaulan sosial, tempat nongkrong anak-anak muda, sebagai tempat rapat yang nyaman, dan sebagainya. Masyarakat bisa menikmati kopi sambil beristirahat dan berbincang-bincang dengan rekan yang lain. Kebiasaan sebagian masyarakat tersebut dalam mengisi waktu luang dan menghabiskan uangnya dengan minum kopi di kedai kopi menjadi kegiatan tersebut sebagai salah satu gaya hidup.

Berdasarkan pergeseran budaya tersebut, tak jarang kemudian gaya hidup ini mendasari perilaku konsumen. Hal ini dimanfaatkan oleh produsen dan pemasar untuk memasarkan bisnisnya, seperti fenomena bergesernya fungsi kedai kopi yang kini tidak hanya menyediakan kopi, tetapi juga menjual gaya hidup yang digemari oleh semua kalangan masyarakat.

Dengan demikian, pernyataan ngopi atau nongkrong di cafe demi mengejar gengsi aku rasa dapat dibenarkan karena memang seperti itulah kondisi yang terjadi di lapangan saat ini.

Sumber

Solikatun, S., Kartono, D. T., & Demartoto, A. (2015). Perilaku Konsumsi Kopi Sebagai Budaya Masyarakat Konsumsi: Studi Fenomenologi pada Peminum Kopi di Kedai Kopi Kota Semarang. Jurnal Analisa Sosiologi, 4(1), 60-74.

1 Like

Setuju sekali dengan statement kak angga mengenai perubahan perilaku konsumen dalam budaya minum kopi saat ini. Aku akan memberikan tanggapan berdasarkan sudut pandangku sebagai konsumen yang cukup sering “ngopi” di berbagai tempat. Aku pribadi menikmati kopi di berbagai tempat dengan tujuan untuk eksplorasi kuliner khususnya kopi sebagai pengalaman dan kepuasan ku dalam menginjaki tempat-tempat baru.

Ada beberapa kalangan yang mungkin pergi ke tempat-tempat kopi yang hits dan mahal hanya untuk memuaskan gengsinya agar terlihat sebagai kalangan elit yang butuh pengakuan publik. Tapi banyak juga orang yang pergi ke tempat mahal karena memang dia mampu dan dirasa tempat itu nyaman untuk ia melakukan berbagai kegiatannya. trend ngopi di tempat mahal agar mendapat pengakuan publik ini cukup membuat risih orang yang memang bertujuan untuk ekplorasi seperti ku. Karena mereka, aku yang suka mencicipi hal hal baru kena stigma negatif juga bahwa aku hanya mengikuti trend agar terlihat bergengsi saja.

kalau gw sendiri juga setuju sama pendapat dari kak angga mengenai adanya perubahan perilaku konsumen dari minum kopi di kafe saat ini. emang engga bisa dipungkirin lagi kalo di zaman sekarang, orang - orang kebanyakan rela membeli kopi di kafe - kafe ternama hanya untuk memamerkannya di media sosial mereka daripada untuk sekedar menikmati kopi itu sendiri. Hal itu juga didukung oleh konsep - konsep Kafe masa kini yang banyak memiliki hal - hal yang kekinian seperti tema yang out of the box dan ’ instragamable ’ dengan target pasar kawula - kawula muda sehingga terjadilah apa yang disebut dengan pergeseran perilaku konsumen

Kalau menurut saya juga, saya lebih suka ke kafe untuk menikmati kopinya ketimbang untuk pamer di media sosial.

2 Likes

Ya bisa dibilang kalau anak muda zaman sekarang terkadang ngopi tidak hanya sekedar minum kopi, tetapi ada juga yang hanya ikut-ikutan ataupun untuk memenuhi rasa gengsi dan juga tuntutan sosial. Menurut aku ya bebas sih alasan orang ngopi di café atau dimana pun itu gimana, selagi orang tersebut gak ngerugiin atau ngerepotin orang lain. Aku sendiri baru suka minum kopi semenjak pandemi, dan alasan aku ngopi karena untuk menghilangkan rasa ngantuk dan juga menikmati rasa yang dimiliki oleh kopi tersebut, bukan karena ikut-ikutan trend ataupun memenuhi rasa gengsi.

1 Like

Menurut aku hal tersebut sangat benar, walaupun masih banyak juga orang yang datang ke coffee shop karena memang benar-benar ingin membeli kopi. Namun seperti yang kita ketahui, saat ini banyak masyarakat yang melakukan konsumsi demi memenuhi status sosialnya. Menurut Lechte (2001), individu akan mengonsumsi produk-produk yang dianggap akan memberi atau menaikkan status sosialnya, tanpa memedulikan apakah produk-produk tersebut memang dibutuhkan atau tidak. Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh pendapatan mereka. Semakin tinggi pendapatannya, mereka akan semakin bersedia untuk mendapatkan produk dan jasa yang sesuai dengan gaya hidup mereka (Wright, 2006). Nah, pernyataan tersebut sangat sesuai dengan contoh-contoh di bawah ini:

Menurut aku sah-sah saja jika sekarang tren konsumsi kopi sudah sangat bergeser. Kehidupan kita terus bergerak maju, tentunya perilaku konsumen juga semakin berubah seiring berjalannya waktu.

Referensi

Lechte, J. (2001). 50 Filsuf Kontemporer. Yogyakarta: Kanisius.
Wright, Ray. (2006). Consumer Behavior. Hampshire: Cengage Learning EMEA.

Kalau saya pribadi sih membeli kopi karena benar-benar ingin meminum kopi nya. Peduli apa soal gengsi, yang saya inginkan hanyalah kafein yang terkandung di dalam kopi sehingga membuat saya lebih terjaga dan mengusir rasa kantuk.

Karena inti yang saya kejar adalah kafeinnya, maka saya juga terbuka terhadap sumber kafein lain seperti pil kafein atau minuman berenergi. Karena itu jugalah, saya tidak meminum kopi decaffeinated karena memang tidak ada efeknya.

Ngopi atau nongkrong di Coffee shop saat ini sudah menjadi habit para anak muda. Entah mereka pergi ke coffee shop memang karena suka dengan kopi nya atau karena gengsi. Namun saya pribadi kalau pergi ke coffee shop itu biasanya karena kopi nya. Untuk masalah gengsi saya tidak mempedulikan. Karena saya pun pergi ngopi bukan di tempat atau coffee shop yang lagi trend. Tapi tidak dipungkiri memang banyak juga anak muda yang pergi ngopi karena gengsi atau ikut-ikutan teman saja, padahal dia sendiri tidak menyukai kopi.

Saya pribadi sangat setuju dengan pendapat kak Angga di atas, menurut saya mayoritas anak muda sekarang cenderung membeli kopi karena faktor “trend” yang tanpa disadari telah merubah perilaku penikmat kopi itu sendiri. Mereka seakan mengesampingkan fungsi dari kopi itu dan lebih mementingkan eksistensi diri di tengah sosial media.

Beberapa teman saya sendiri, mereka dengan terang-terangan mengatakan tidak bisamengkonsumsi kopi namun dengan sengaja memesan kopi di café yang mereka datangi hanya untuk konsumsi social media pribadinya. Sangat disayangkan jika esensi kopi kini di salahartikan.