Panic Buying disebut juga dengan perilaku kolektif. Perilaku kolektif adalah perilaku yang muncul secara tiba-tiba/spontan bukan kegiatan yang biasa dilakukan dan cenderung tidak sesuai norma (Oliver, 2013). Dalam dunia psikiatri menyebutkan bahwa panik merupakan bagian dari gangguan panik atau serangan panik yang ditandai dengan munculnya perasaan panik secara tiba-tiba, berulang kali, dan tidak terduga (Parks, 2013). Panic buying dijelaskan sebagai perilaku konsumen berupa tindakan membeli produk dalam jumlah besar untuk menghindari kekurangan pasokan barang di masa depan (Shou dkk., 2011).
Secara psikologis panic buying sebagai bentuk hasil dari perasaan cemas, ketakutan, dan perasaan tidak aman dari suatu kondisi yang mengancam (Cheng, 2004). Panic buying ini bisa terjadi karena beberapa faktor pendorong diantaranya : (Shadiqi, dkk, 2020).
-
Perilaku konsumen
Hasil penelitian AndrƔs dan TamƔs (2020) yang dilakukan di Hungaria, panic buying yang terjadi akibat dari COVID-19 menjelaskan bahwa menyebabkan masyarakat menjadi punya respon panik akan kelangkaan ketersediaan barang kebutuhan karena kondisi yang tidak stabil. Sehingga hal ini mendorong masyarakat berbondong-bondong pergi berbelanja kebutuhan dengan kuantitas yang tidak seperti biasanya.
-
Ketakutan dan kecemasan
Dipahami sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri untuk keinginan mempertahankan hidup (insting hidup) dan sebagai usaha melindungi dan mempertahankan diri. Cemas dan takut adalah emosi dasar yang tubuh akibat suatu kodisi yang mengancam.
-
Stress
Respons stres meningkat saat ada kejadian yang mengancam dengan kesehatan fisik dan mental dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan munculnya perilaku yang tidak seimbang dan tidak tepat dalam menghadapi sebuah ancaman sehingga panic buying ini dilakukan dalam pembelian barang-barang yang kurang dibutuhkan.
-
Ketidakpastian
Ketidakpastian dari ancaman yang terjadi kapan akan berakhir atau bahkan akan mengalami peningkatan ancaman dan juga kepastian dalam penyampaian berita atau informasi menyebabkan muncul kepanikan saat krisis kesehatan.
-
Paparan media
Kekurangan informasi dan tambahan desas-desus mengakibatkan masyarakat menjadi panik. Kurangnya informasi yang dibutuhkan masyarakat dari pihak berwajib serta maraknya berita palsu juga berpengaruh pada terjadinya panic buying
Sumber :
Shadiqi., A., M., Hariati., R., Hasan., K., F., A., Iāanah., N., & Istiqomah., W., A. (2020). Panic buying pada pandemi COVID-19: Telaah literatur dari perspektif psikologi. Jurnal Psikologi Sosial, Vol. 18.
Oliver, P. (2013). Collective action (collective behavior). In D. A. Snow, D. della Porta, B. Klandermans, & D. McAdam (Eds.), The WileyBlackwell encyclopedia of social and political movements (pp. 1ā5). https://doi.org/10.1002/9780470674871.wb
espm032
Parks, P. J. (2013). Panic Disorder. San Diego, CA: Reference Point Press.
Shou, B., Xiong, H., & Shen, Z. M. (2011). Consumer Panic buying and Quota Policy under Supply Disruptions. In Working paper. Hong Kong.
Cheng, C. (2004). To be paranoid is the standard? Panic responses to SARS outbreak in the Hong Kong special administrative region a global disease : Brief Epidemiology. Asian Perspective, 28(1), 67ā98. Retrieved from https://www.jstor.org/stable/42704444