Hedonisme demi sebuah Instastory: Setujukah kamu?

Hedonisme, merupakan salah satu ideologi yang telah banyak berkembang di dalam masyarakat. Bagi masyarakat luas, hedonisme adalah suatu hal yang sering dikaitkan dengan sifat boros, gemar menghamburkan uang, serta hanya akan berpikir tentang kebahagiaan dunia saja. Nahh, youdics pastinya kita sering kali menemukan orang dengan perilaku hedonisme di media sosial biasanay orang-orang yang seperti ini akan kecanduan untuk mengekspos kesenangannya hanya demi sebuah instastory, setujukah kamu dengan perilaku tersebut?

Kalau saya sangat tidak setuju sih. Karena memang saya tipe orang yang tidak suka meng-upload instastory tentang apapun apalagi perilaku hedonisme ini. Hedonisme ini sering kita kenal karena perilaku yang boros, menghanbur-hamburkan uang demi kesenangan semata. Jadi perilaku ini dipandang negatif dan beberapa dampaknya juga lebih ke arah negatif. Seperti orang hedon sering dikatakan individualis, konsumtif, egois, tidak bertanggung jawab, pemalas, dan boros apalagi. Jadi saya sendiri tidak suka bersikap hedon dan menurut saya tidak setuju apalagi hanya untuk mendapatkan perhatian di media sosial.

Menurut saya, setiap orang memang memiliki kesenangannya masing-masing. Namun, menghabiskan uang sampai tahap hedonisme, dapat membuat orang menjadi takabur. Apalagi mereka melakukannya hanya demi mendapat pengakuan atau sangjungan dari penonton instastorynya. Menurut saya akan lebih bijak kita tidak terlalu menampakkan semua yang kita punya ke media sosial karena kejahatan bisa terjadi di mana saja.

Saya sangat tidak setuju dengan perilaku tersebut. Walaupun kebahagian seseorang berbeda-beda dan masih terdapat orang yang merasakan kebahagian dari melakukan perilaku hedonisme tersebut demi instastory. Tetapi perilaku tersebut lebih banyak memiliki dampak negatifnya, dan tidak baik untuk dijadikan contoh untuk masyarakat luas. Kebahagian tersebut mungkin hanya sementara dan bisa mengakibatkan tindak kriminal dikemudian hari seperti penipuan, pencurian, dll.

Saya tidak setuju dengan perilaku tersebut.yang mana akan menimbulkan dampak negatif tentunya. Meski tak ada aturan tertulis atau jadwal dalam menentukan kapan dan berapa jumlah postingan yang perlu ditampilkan dalam Instastory, bagi para pengguna rutin Instastory pun sama, adalah sebuah kebutuhan untuk menampilkan setidaknya satu buah postingan di fitur Instastory miliknya, dan itu bersifat harus! Maka, begini jadinya jika seseorang hidup dalam kebutuhan Instastory yang menuntut:

  1. Dia akan membandingkan diri sendiri dengan kehidupan orang lain

terkadang banyak orang salah mengartikan makna hedonisme. Menurut sebagian bisa aja itu sikap boros atau menghambur-hamburkan uang, tapi bagi sebagian orang lainnya yang memang cukup uangnya dan bagian dari ‘self love’. Kebahagiaan seseorang bisa dalam bentuk keluarga yang utuh dan nyaman, saling mengasihi itu sudah cukup. Sebagian lainnya yang tidak memiliki keluarga ‘broken home’ atau memiliki keluarga namun sibuk dalam pekerjaannya dan hanya berorientasi pada uang. Jadi bagaimana dia bisa mendapat kebahagiaannya jika bukan dari uang, kalo keluarganya saja berfokus pada peningkatan finansial.

Perihal hedonisme, kayaknya aku harus melihat dari beberapa sudut pandang. Ada orang yang benar-benar mampu dan memiliki akses keuangan tanpa hambatan, dan orang tersebut gemar membeli ini-itu, baik untuk kebutuhan wajib atau sekadar ingin. Orang yang seperti ini pun terkadang tidak sadar bahwa dirinya “menghamburkan” uang, karena kembali lagi, dia merasa bahwa dia mampu dan mungkin sudah tidak tahu uangnya dipakai untuk apa–secara kebutuhan wajib/pokok sudah terpenuhi.

Namun ada pula orang yang pas-pasan tapi memaksakan kehendak untuk beli ini-itu hanya untuk mencari validasi. Pencarian validasi juga bisa berasal dari orang-orang yang sudah mampu dari sananya, tidak hanya yang pura-pura. Untuk orang-orang seperti ini sih aku rasa tidak perlu diberi komentar, karena justru itu yang mereka cari–reaksi dan komentar dari kita.

Perihal InstaStory, menurutku sama juga. Ada orang yang memang gemar mengabadikan momen, bahkan momen “hura-hura” juga diabadikan–which is, untuk penonton yang sedikit sensitif akan dikira pamer, padahal belum tentu orang tersebut niat pamer. Ada juga orang yang memang sengaja pamer. Nah, untuk yang sengaja pamer ini lebih baik tidak perlu dikasih panggung. Jangan dipuji, jangan digubris, jangan juga diomongin. Biasanya kelihatan sih mana yang bikin InstaStory untuk momen, dan mana yang untuk pamer.

Pertanyaannya, setujukah aku dengan pamer atau hedonisme demi sebuah InstaStory? Jawabannya bisa iya dan tidak. Iya, karena itu termasuk bentuk kebebasan masing-masing dalam menjalankan media sosial mereka. Aku mengiyakan tapi bukan berarti aku bakal mencontoh. Kembali lagi, itu hak masing-masing. Dan tidak, karena bagi sebagian orang, kekayaan orang lain yang dipamerkan dapat memicu perasaan minder, iri, dengki, dan cemburu–dan siapa sih yang dengan sukarela mau memiliki perasaan semacam itu? Plus, bisa jadi dengan melihat orang lain pamer, mereka bisa down yang berujung pada self-doubting.

Setuju, kalau yang melakukan adalah orang yang memang benar-benar mampu secara finansial. Tidak setuju, kalau yang melakukan adalah orang-orang yang terlalu ‘memaksakan’. Terlihat gap antara yang memiliki privilege dengan yang tidak bukan? ya memang. I mean gini, memang benar jika manusia memikirkan banyak cara untuk bisa melalukan hal-hal yang membuat dirinya bisa bahagia, tapi kalau hanya ingin terlihat high class demi penilaian orang lain dengan mengabaikan kemampuan dirinya, ya aku ngga setuju. Banyak anak muda zaman sekarang yang rela berhutang temannya, berhutang online hanya demi nampak “wah” di sosial media dengan memperlihatkan bagaimana wujud makanannya, dimana ia berbelanja, dimana resto atau cafe yang sedang mereka kunjungi.
Nah, beda halnya jika mereka memang konglomerat, ya sah-sah saja mereka menggunakan uangnya untuk bersenang-senang, segmen pasar orang berduit dengan yang tidak itu jelas berbeda, hal yan kita anggap mewah bisa jadi biasa untuk mereka, jadi kita bisa memukul rata bahwa mereka sangat hedon. Lha wong, mereka punya aksesnya kok, kenapa kita menyebutnya boros (?)

Saya setuju, karena seperti yang kita ketahui, bisa saja hedonisme yang mereka pamerkan demi sebuah instastory itu salah satu self reward mereka. Maksud saya, ketika mereka melakukan hedonisme itu bisa saja merupakan self reward mereka karena telah melakukan pekerjaan yang lumayan berat untuk mereka. Lagi pula, tidak ada salahnya jika mereka melakukan hedonisme, toh itukan juga salah satu cara untuk membuat kita bisa menjadi senang. Lalu, untuk masalah memamerkan di instastory, bagi saya itu tidak masalah. Sosial media dibuat memang untuk memamerkan sebuah pencapaian kita, bukan?

kesenangan setiap orang tentu saja berbeda-beda, selain itu seseorang yang mengunggah konten dalam instastorynya tentu saja hal-hal yang dinilai membahagiakan saja karena hal tersebut pasti akan membawa hawa positif untuk yang menontonnya. tetapi apabila sudah mencapai tahap hedonisme demia sebuah konten instastory tentunya hanya akan merugikan si pembuat konten.

Menurut saya, apabila perilaku tersebut sudah merujuk pada hedonisme maka, tentu perilaku tersebut bukanlah perilaku yang baik. Akan tetapi, kita juga harus paham bahwa penggunaan media sosial adalah ajang untuk menunjukkan eksistensi diri. Mereka bebas menampilkan kegiatannya, mengeluarkan pendapat, dan mengekspresikan perasaan. Namun, yang perlu kita ketahui, bahwa semua yang berlebihan itu tidak baik. Tidaklah bijak ketika kehidupan pribadi kita terlalu diunggah di media sosial. Termasuk “gaya hedonisme” nya, entah yang benar-benar menggunakan uangnya sendiri atau memaksa untuk berperilaku seperti itu.

Tidak setuju. dari definisinya saja sudah menggambarkan perilaku yang tidak baik. menghambur atau membuang-buang duit dan boros untuk membeli barang yang kurang penting hanya untuk kebahagiaan di dunia yang fana, menurutku itu adalah suatu perilaku yang sia-sia. karena jika kita menentukan kebahagiaan kita hanya menurut hedonisme dan memamerkannya di instastory, itu dapat membawa kita jatuh ke dalam dosa dan juga dapat melupakan Tuhan. kita akan menjadi hamba uang, melainkan bukan hamba-Nya. apalagi kalau sudah kecanduan. lebih baik kita bahagia dengan cara yang lebih baik, seperti bersyukur atas apa yang kita peroleh selama ini, melakukan hal yang kita sukai atau hobi kita, dan contoh lainnya.

Saya tidak setuju dengan perilaku hedonisme di media social. Akan tetapi, setiap orang dapat mengungkapkan kebahagiaan dengan cara mereka sendiri. Menampakkan hedonisme di social media hanya mendapatkan pujian dan akan menimbulkan masalah yang dapat merugikan diri sendiri. Menurut saya, agar tidak terjadi hal yang dapat merugikan diri sendiri maka dalam menggunakan media social harus lebih bijak dan tidak terlalu mengumbar apa yang dimiliki.