Era Serba Digital, Kok Masih Percaya Mitos?

Berita penangkapan ”babi ngepet” di Depok, beberapa hari yang lalu cukup menyita perhatian masyarakat, khususnya di media sosial. Selang tiga hari sesudahnya, publik tergocek karena penangkapan ”babi ngepet” tersebut hanyalah skenario belaka. Ada oknum yang telah merencanakan semua ini, mulai dari narasi kemunculan, penangkapan, hingga akhirnya ”babi ngepet” itu dikuburkan. Kemudian ada rekan saya yang percaya mengenai air kelapa muda yang dapat melunturkan vaksin. Kejadian yang membuat banyak orang terheran heran sekaligus tak percaya bahwa ada orang yang divaksin namun sengaja ingin melunturkannya karena beranggapan bahwa vaksin = virus itu sendiri. 2 kejadian diatas merupakan sedikit dari sekian banyak contoh masyarakat yang masih memiliki pemahaman rendah dan cenderung percaya terhadap mitos.

Nah, menurut kalian, mengapa demikian? Lantas, bagaimana menanganinya? Tulis pendapat kalian di kolom komentar yaa.

Kalau menurut saya kenapa masih percaya mitos di zaman yang serba digital ini memang sebagian masyarakat masih kental dengan budayanya. Jadi masih banyak kepercayaan yang belum tentu kebenarannya seperti 2 contoh kasus tersebut. Dan kurangnya informasi dan edukasi kepada masyarakat akan hal tersebut. Jika zaman sekarang ini 2 kasus tersebut bisa kita sebut hoaks tapi memang kalau di masyarakat awam yang percaya dengan legenda" tertentu pasti masih percaya dengan adanya mitos". Jadi untuk mengurangi hak tersebut menurut saya lebih baik sebagai pengguna media kita jangan asal menyebarkan informasi yang tidak ada dasarnya. Jika menyebarkan informasi lebih baik mencantumkan juga referensi yang benar" relevan menurut kita. Kalau untuk mitos sendiri sepertinya akan cukup sulit untuk dihilangkan karena di Indonesia sendiri mitos" seperti itu selalu ada dan dipercaya masyarakat.

Kalau menurut saya, keberadaan mitos memang sulit dilepaskan dari budaya kita yang memang sangat kental terhadap hal tersebut sejak zaman dahulu kala. Selain mitos, sebetulnya ada lagi yang sangat dipercayai oleh masyarakat kita yaiut pseudo-science atau ilmu semu. ilmu semu sendiri adalah sebuah pengetahuan, metodologi, keyakinan, atau praktik yang diklaim sebagai ilmiah tetapi tidak mengukuti teori ilmiah. Serta satu hal lagi yang dipercayai selain mitos dan pseudo-science adalah teori konspirasi. Misalnya saja seperti misalnya ramalan astrologi, weton, ramalan garis tangan, dan lain sebagainya. Tentunya keberadaan mitos dan pseudo-science ini tidak bisa hilang begitu saja kendatti dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dan serba digital.

Untuk itu, penyaringan informasi yang benar perlu dimiliki oleh setiap orang ketika mereka menemukan informasi yang dirasa rancu dan tidak lengkap dengan pertama - tama, meneliti informasi tersebut sebelum menyebarkannya. Misalnya seperti kasus air kelapa muda atau jamu yang dapat menghilangkan Corona, tentunya terdengar seolah - olah itu sudah dibuktikan, padahal itu adalah sebuah bentuk mitos sekaligus pseudo-science yang belum terbuki kebenarannya dan bisa saja yang menyebarkan itu tidak mencari informasi yang lengkap terlebih dahulu sehingga desas - desus berkembang di masyarakat menjadi sebuah hoaks. Untuk itu jugalah, tingkat literasi masyarakat juga harus ditingkatkan sehingga kepercayaan - kepercayaan terhadap mitos atau pseudo-science dapat turun.

Memang sulit untuk memisahkan pemikiran kita dengan mitos karena bagaimanapun kita tumbuh dengan mitos yang berkembang di daerahh kita. Kita bisa menyebutnya bahwa mitos adalah bagian dari kearifan lokal. Kearifan lokal suatu daerah bisa muncul dari mitos yang diyakini oleh masyarakat di daerah tersebut.

Selain itu minat ingin tahu dan belajar masyarakat Indonesia juga rendah. Hal ini mengakibatkan masyarakat Indonesia mudah sekali menyebarkan hoax. Dilansir dari beritasatu.com, setidaknya 30% sampai hampir 60% orang Indonesia terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya. Sementara hanya 21% sampai 36% saja yang mampu mengenali hoaks.

Untuk menangani hal terserbut agar mitos tidak ilmiah tidak berkembang begitu saja adalah dengan mengatur pola pikiran untuk selalu berpikir positif dan selalu mencari tahu kebenaran sesuatu sebelum mempercayainya.

Menurut saya, Mitos itu jadi dipercaya karena banyak orang pengetahuannya terbatas. Malas berpikir. Bahkan mungkin ingin hidup secara instan. Sehingga lebih percaya mitos daripada ikhtiar atau kerja keras. Mitos lebih dihormati daripada akal sehat. Karena mitos diturunkan dari nenek moyang atau kultural katanya.

Maka hari ini, tidak sedikit berbagai ranah kehidupan lebih dibangun oleh mitos, bukan dengan akal sehat. Lebih percaya hal abstrak yang dikonstruksi jadi kebenaran. Baik soal agama, soal negara, soal keluarga, dan bahkan soal taman bacaan atau gerakan literasi. Karena sifatnya sosial, maka taman bacaan tidak usah dikelola profesional. Itulah mitos di taman bacaan,

Jadi, beras itu tidak akan pernah berubah jadi nasi bila tidak dimasak. Harus ada ikhtiar untuk mengubahnya. Maka jangan percaya mitos. Bahkan jangan hidup hanya berdasar fakta, Tapi bersikap-lah soal apapun, tentang apa pun. Karena mitos hanya pelajaran bukan kenyataan. Untuk apa hidup penuh mitos tapi tanpa etos?