Dapatkah Konsep Childfree Diterapkan di Indonesia?

Kapan menikah? Kapan punya anak? Kapan punya anak kedua? Apa nggak mau nambah lagi?
Adalah pertanyaan-pertanyaan yang seringkali kita dengar dari tetangga kepada newlyweds. Baru-baru di Indonesia heboh dengan influencer Gita Savitri yang memilih untuk childfree. Netizen Indonesia yang layaknya ibu-ibu julid ini langsung gencar mencecar pertanyaan, bahkan hinaan di instagram milik Gita. Akan tetapi apa sih childfree itu?

Penggunaan istilah childfree baru muncul di akhir abad ke 20. Childfree sendiri adalah sebuah keputusan atau pilihan hidup pasangan untuk tidak memiliki anak kandung, anak tiri ataupun anak angkat. Akan tetapi ada juga yang mengartikan, seperti yang diungkapkan oleh Cinta Laura di kanal youtubenya, bahwa childfree adalah pilihan hidup untuk tidak memiliki anak kandung akan tetapi pasangan tersebut akan mengangkat anak. Hal tersebut sangat bertentangan dengan apa yang dianut oleh agama sebagian besar warga +62.

Beberapa alasan yang sudah dirangkumkan kenapa mereka memilih untuk childfree adalah karena faktor kesehatan mental yang tidak stabil, ekonomi, sosial, dan juga dengan alasan untuk menekan overpopulasi yang sedang terjadi di bumi ini. Beberapa orang memiliki kekhawatiran yang tidak bisa membiarkan anaknya tinggal di bumi yang sudah dengan kondisi seperti ini.

Childfree yang sedang digembor-gemborkan ini, tidak berlaku di negara-negara Eropa yang malah sedang gencar menaikkan angka kelahiran di negaranya. Seperti yang dilansir oleh BBC pada Oktober 2019, negara seperti Finlandia, Estonia, dan Prancis malah memberikan tunjangan yang besar agar warganya mau memiliki anak.

Sebenarnya di Indonesia sudah ada konsep untuk membatasi setiap pasangan untuk memiliki anak. Namun, sepertinya, hal tersebut tidak berjalan mulus. Indonesia yang sudah overpopulasi, yang seharusnya mengalami bonus demografi di tahun ini hingga tahun 2030. Apakah cocok konsep childfree diterapkan di Indonesia?

jika melihat data yang dikeluarkan oleh world bank diatas, angka kelahiran di Indonesia terus mengalami penurunan.

data tersebut juga didukung dengan data sensus penduduk yang dikeluarkan oleh BPS dimana laju pertumbuhan penduduk menurun pada 2010-2020 sebesar 1,25% sedangkan pada 2000-2010 sebesar 1,49%.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan

Kalau ditanya, laki-laki Indonesia menikah cenderung mau dapat kedamaian atau kepuasan seksual atau mendapatkan keturunan? Hasilnya lebih dari 95 persen menginginkan keturunan. Perempuan lebih rendah sedikit angkanya tapi tetap di atas 90 persen,

selanjutnya bahkan 80% kehamilan di Indonesia terjadi pada tahun pertama pernikahannya. Sementara 10% belum hamil bukan karena tidak ingin hamil tetapi karena tidak kunjung diberikan keturunan.

melihat data tersebut, kemungkinan konsep childfree diterapkan di Indonesia kembali kepada pilihan masing-masing pasangan. Terkait cocok atau tidak, mungkin untuk seorang muslim karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama islam juga harus memerhatikan alasan mengapa memngambil keputusan tersebut?

apabila alasannya karena permasalahan ekonomi, maka hal tersebut bertentangan dengan surah al- an’aam/6 :151:

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Artinya : Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan (kamu). Kami akan memberi rizki kepada kamu dan kepada mereka”

dan Al- israa/17:31:

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Artinya : Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang sangat besar”

Referensi

Nailin In Saroh, Tren Childfree Pasangan Muda, Bisakah Diterapkan di Indonesia?, dalam VOI, https://voi.id/berita/82230/tren-childfree-pasangan-muda-bisakah-diterapkan-di-indonesia
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Islam Mengharamkan Tidak Mau Mempunyai Anak Karena Takut Miskin, dalam almanhaj, Islam Mengharamkan Tidak Mau Mempunyai Anak Karena Takut Miskin | Almanhaj
Fenomena Childfree di Indonesia, dalam Media Indonesia, Fenomena Childfree di Indonesia

Ya benar, apalagi mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Akan tetapi sepertinya konsep ini akan susah diterapkan di Indonesia karena alasan yang sudah dijabarkan oleh @nrauliyar. Jadi seakan-akan dapet sanksi sosial ketika tidak memiliki persamaan pendapat kayak mayoritas masyarakat Indonesia.

mengenai hal ini, kembali kepada orang yang menanyakan ya. di lingkungan saya untuk teman-teman yang usia 20-30 saat ini sudah jarang menanyakan atau mempermasalahkan sudah menikah apa belum, sudah memiliki anak atau belum.

mungkin yang susah untuk dihindari penganut aliran childfree cenderung pada pertanyaan dari orang tua dan keluarga besar.

Konsep childfree ini sebenarnya tidak perlu diterapkan di Indonesia. Anda sendiri tahu bahwa program membatasi memiliki anak sudah ada. Hal yang membuat tidak berjalan mulus bukanlah karena programnya, tapi masyarakatnya yang tidak ingin mengikuti. Jika secara logika, program yang membatasi memiliki anak saja tidak diikuti dengan baik, apalagi childfree? Saya tidak peduli dengan konsep ini sebenarnya, hak mereka sebagai pasangan apabila tidak ingin memiliki keturunan, asalkan tidak membawa pengaruh negatif kepada pasangan yang ingin memiliki anak.

1 Like

Keinginan untuk tidak memiliki keturunan atau anak dikenal dengan sebutan childfree sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Sejak beberapa waktu yang lalu sudah ada pasangan yang memiliki pola pikir seperti ini.
Alasan dari pasangan menikah dan memutuskan tidak punya anak, itu mulai dari latar belakang keluarga, kesehatan, pertimbangan gaya hidup, alasan finansial, alasan emosional atau maternal insting hingga komitmen kedua pasangan kepada sosial. Yang artinya pasangan suami istri memiliki pandangan bahwa di luar sana masih banyak anak-anak kurang beruntung yang membutuhkan uluran tangan orang-orang seperti mereka.

Untuk childfree sendiri mungkin belum bisa diterapkan di Indonesia sendiri. Untuk data yang kakak beritahukan terima kasih. aku setuju dengan argumen kakak, kemungkinan konsep childfree diterapkan di Indonesia kembali kepada pilihan masing - masing pasangan. Terkait cocok atau tidak, mungkin untuk seorang muslim karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama islam juga harus memerhatikan alasan mengapa memngambil keputusan tersebut?
Untuk angka kelahiran mungkin turun ditahun 2020 tapi tidak menjadi salah satu kejahatan di Indonesia jika sebagian orang menganut childfree, sebagai negara penganut sistem hukum. Dan kita mesti ingat semboyan negara kita, bahwa Indonesia tidak hanya menganut beragam suku, bahasa, tapi juga agama. Jika dilihat konteks Indonesia maka banyak yang mengasumsi bahwa childfree adalah jalan terbaik bagi mereka. Semua kembali kepada pasangan masing-masing. Dan dimasa Pandemi sekarang ini juga akan menambah stres dan beban pikiran kepada pasangan suami istri, khususnya yang telah melakukan program kehamilan. Akibat dari stres tadi, wanita akan sulit untuk mengandung dan memilih langkah childfree dengan memakai rahim wanita lain untuk mempunyai anak.

Saya rasa konsep Childfree akan sulit diterapkan di Indonesia. Terlepas dari faktor agama, faktor kebudayaan juga berpengaruh terhadap konsep childfree ini. Contohnya adalah suku Batak yang sepengetahuan saya memandang anak adalah penerus marga. Jika childfree diterapkan, kemungkinan besar marga-marga yang berasal dari suku Batak akan hilang eksistensinya yang bahkan bisa berakibatnya hilangnya eksistensi dari suku Batak itu sendiri.

3 Likes

topik childfree ini memang sedang hangat diperbincangkan oleh masyarakat indonesia. Mengenai pertanyaan tersebut, dapatkah konsep childfree diterapkan di indonesia, menurut saya bisa. Jika kita mengambil pandangan dari bidang psikologi, keputusan seorang perempuan memilih untuk tidak ingin mempunyai anak adalah pilihan sendiri. Seperti yang dikatakan oleh pakar psikologi yaitu Intan Kusuma Wardhani, M.Psi mengatakan bahwa seorang perempuan yang memilih untuk childfree karena dipengaruhi oleh kondisinya si perempuan, entah itu masalah mental, psikologi, atau yang lainnya. Jadi jika dari pandangan psikologi hal tersebut tidak dilarang.

Kemudian, fenomena childfree ini menurut saya bisa menjadi bentuk dukungan untuk pemerintah dalam mengurangi jumlah penduduk dimana kita tahu Indonesia menjadi negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.

jadi, jika diterapkan di Indonesia menurut saya tidak masalah selama hal tersebut bukan dijadikan sebuah kewajiban tapi dijadikan sebagai hak seorang warga negara atas dirinya sendiri.

Referensi

Sesuai pendapat mbak @ajengmeilani12 memang benar bahwa memiliki anak memang keputusan seorang perempuan. Namun, Saya rasa konsep ini seharusnya tidak diterapkan di Indonesia, karena dari segi perekonomian negara kita, penerapan childfree ini mungkin memiliki sedikit dampak positif. Untuk sekarang, dampak positif ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup tinggi. Dan saat ini Indonesia sendiri memang masih memiliki privillege untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk karena masih adanya bonus demografi dengan memiliki penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 70,72% dari total jumlah penduduk Indonesia (BPS). Lalu, bagaimana untuk kedepannya bila banyak pasangan muda yang menerapkan konsep ini?

Kita ambil saja contoh kasus dari negara maju yang laju pertumbuhan penduduknya lambat seperti China karena banyak pasangan yang enggan memiliki anak. Dulunya, China hanya memperbolehkan setiap keluarga untuk memiliki anak maksimal satu. Berbeda dengan saat ini, pemerintah China mulai merevisi peraturan ini dengan memberikan batas maksimal menjadi 3 orang anak setiap keluarga. Hal ini terjadi, karena laju kelahiran yang rendah dan lebih banyak penduduk usia tua daripada usia muda.

Lalu, apakah Indonesia akan siap jika diberikan situasi seperti China ?

Referensi
1 Like

menurut saya mengenai pendapat dari kak @ajengmeilani12 ini lebih mengarah kepada involuntary childless.

Involuntary Childless adalah kondisi dimana wanita sudah menikah namun tidak/belum memiliki keturunan secara tidak sukarela.

menurut saya hal itu nampak seperti childfree karena seorang wanita tersebut telah melewati tahapan penerimaan diri.

terdapat 5 tahapan dalam tahapan penerimaan diri menurut elizabeth Kubler-Ross (1969):

  • penolakan
  • marah
  • tawar menawar
  • depresi
  • penerimaan

oleh karena seorang wanita tersebut telah menerima keadaan yang ada dalam dirinya dengan ikhlas, maka terlihat seperti menganut konsep childfree.

padahal bisa saja wanita tersebut sebenarnya ingin memiliki anak dulunya, tetapi karena memikirkan resiko yang mungkin akan diturunkan kepada anaknya juga jadi memilih untuk tidak ingin memiliki anak.

referensi

Ikvan Hadi Prasetyo, Penerimaan Diri pada Wanita Involuntary Childless, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Surabaya,2017, http://repository.unair.ac.id/66133/1/Psi.85-17%20Pra%20p%20-%20Abstrak.pdf

jika kasusnya seperti ini memang benar yang dikatakan oleh kak tika. namun jika kita lihat
contohnya seperti Cinta Laura, dia memilih menerapkan konsep childfree karena mempunyai pendapat bahwa populasi di bumi sudah sangat banyak sehingga alasan tersebut yang membuatnya menjadi seorang childfree. dari kasus cinta laura ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa dia bukan masuk kedalam proses menerima atau semacamnya tapi itu adalah sebuah prinsip yang dipilih oleh dirinya sendiri dan tersebut masuk kedalam ranah psikologi.

1 Like

Menurut kutipan dari mbak @ajengmeilani12 dan beberapa sumber bacaan yang sudah Saya baca. Si Cinta Laura ini katanya memang memilih konsep childfree, tapi dilain sisi dia masih pengen adopt anak. Padahal, kalau dia masih adopt anak berarti si Cinta ini seharusnya tidak termasuk dari orang yang menerapkan konsep childfree. Setahu saya konsep childfree ini harusnya keputusan atau pilihan hidup seseorang untuk benar-benar tidak memiliki anak, baik anak kandung, anak tiri, ataupun anak angkat. Kalau mau merujuk ke penerapan konsep childfree, sebenarnya bisa merujuk ke konten kreator Gita Savitri. Karena dia memang benar-benar tidak ingin memiliki anak bahkan anak angkat.

Oke untuk contoh yang terarah ke konten kreator Gita Savitri juga relevan bahwa dia memiliki prinsip tersendiri untuk menjadi seorang childfree, bukan karena masalah kesehatan atau semacamnya. Hal yang saya garis bawahi bahwa childfree itu adalah pilihan dari individu masing-masing, khususnya wanita karena wanita yang mempunyai peran utama dalam mengurus anak. Jika pasangan suami istri dipaksaan mempunyai anak padahal mereka pun belum siap, ini akan berdampak kepada anak tersebut. dan akhirnya akan muncul lagi kasus anak sebagai korban. Jadi menurut pandangan saya, childfree ini tidak masalah dianut di negara manapun selama hal tersebut bukan sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh masyarakat melainkan disesuaikan dengan keinginan individunya.

Benar, saya setuju dengan pendapat kak @Earlian.

Terlepas dari sebenarnya menguntungkan kalau dilihat dari sisi demografi, yang Indonesia sendiri kelebihan penduduk terutama di Jawa. Childfree bisa saja diterapkan di Indonesia. Akan tetapi, dengan adanya Childfree, tidak ada lagi generasi penerus yang bisa meneruskan budaya yang kita punya. Sedangkan dengan tidak adanya childfree saja, sangat minim generasi penerus yang bisa mewarisi budayanya, apalagi dengan adanya childfree.

Orang Jawa kehilangan Jawanya. Orang Indonesia kehilangan Indonesianya.

Ada dua konsepsi childfree, Kak. Pertama ada konsep dimana dia benar-benar tidak mau memiliki anak ataupun adopsi. Kedua, dia tidak mau punya anak dari rahimnya sendiri, akan tetapi dia mempertimbangkan untuk adopsi.

Memang terdapat banyak alasan kenapa pasangan lebih memilih untuk menganut konsep childfree. Bisa saja karena alasan psikologis yang telah disebutkan oleh @nrauliyar, atau karena dia menganut sistem feminist tubuhku ya milikku dan peraturanku, atau seperti Cinta Laura yaitu dengan alasan overload penduduk. Lalu ada juga pasangan yang merasa bumi ini sudah tidak layak untuk ditinggali lagi dan mereka tidak ingin anak-anak mereka kelak hidup di dunia seperti ini.

Dari segi ekonomi dan demografi, menurut saya konesp ini menguntungkan karena akan menekan pertumbuhan penduduk di Indonesia seperti yang sudah disebutkan oleh @sanysabrin. Pasangan bisa lebih fokus dalam karirnya yang nantinya akan berdampak juga pada bidang perekonomian Indonesia.

Akan tetapi juga bisa buruk seperti yang dikatakan oleh @Earlian. Bahwa dengan adanya childfree tidak akan ada generasi penerus budaya bangsa.

Sama seperti program KB, program ini bisa saja dijalankan oleh pemerintah dengan tidak adanya paksaan semua bisa bergantng pada masing-masing pasangan.