Apakah Peribahasa 'Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan' Masih Relevan di Zaman Modern?

Seringkali kita mendengar peribahasa, “uang tidak bisa membeli kebahagiaan”, namun survei mengatakan hal lain.

Bagan ini merupakan visualisasi data hasil survei dari lembaga National Academy of Sciences (https://www.pnas.org/content/118/4/e2016976118#sec-1) per 10 Agustus 2020 yang dilakukan pada kurang lebih 33.000 orang Amerika dewasa yang bekerja dengan pendapatan merentang dari 15.000 USD pertahun hingga 625.0000 USD, perbedaan sebanyak 41 kali lipat. Jika dilihat sekilas, bagan ini hanya sekedar menunjukan ‘semakin banyak uangnya, semakin bahagia’, namun diskusi ini tidak akan seru tentunya jika berhenti di sini. It goes a bit deeper…

Hipotesa awal menentukan bahwa kebahagiaan akibat uang harusnya berhenti meningkat di kisaran 75.000 hingga 80.000 USD pertahun, karena kebutuhan hidup yang sudah tercukupi dan menurunnya efek kebahagiaan dari uang di mata subjek yang memiliki uang banyak. Sebanyak apapun uangnya harusnya tingkat kebahagiannya ‘sama saja’. Umpamanya seperti orang sudah makan banyak, kenyang, maka makanan menjadi tidak terlalu penting karena sudah kekenyangan.

Namun di sini efek sebaliknya yang justru terlihat, dimana nilai kebahagiaan yang diberikan uang tidak berkurang dan malah meningkat secara eksponensial. Semakin banyak uang yang dimiliki semakin tinggi seseorang menilai hidupnya bahagia. Jumlah uand dan tingkat kebahagian yang diukur dalam survei berbanding lurus.

Seakan-akan uang merupakan sumber kebahagian yang ideal.

Lewat penelitian lebih lanjut dari sumber yang sama hal ini pun disebabkan oleh faktor yang dapat diidentifikasi, yaitu:

  1. Orang yang memiliki uang lebih memiliki kebebasan secara ekonomi. Uang yang tidak habis untuk kebutuhan sehari-hari membuka peluang untuk melakukan aktivitas atau sumber uang baru seperti investasi atau liburan, melakukan hal di luar zona nyaman, dibanding mereka yang hidup dari gaji ke gaji tanpa kebebasan untuk melakukan apapun di luar kebiasaan.

  2. Orang yang memiliki uang lebih juga memiliki kebebasan, dimana orang tersebut memiliki kemerdakaan lebih dibanding mereka yang kurang beruntung. Orang yang memiliki uang bebas pergi ke luar negeri atau daerah tanpa limitasi biaya transportasi misalnya.

  3. Uang merupakan ukuran yang dapat digunakan secara jelas untuk mengukur seberapa bahagia dan suksesnya dengan angka.

Dari data di atas, munculah pertanyaan :

Apakah Peribahasa ‘Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan’ masih relevan saat ini? Jika uang memang merupakan sumber kebahagiaan apa yang menghentikan kita untuk sepenuhnya mengejar uang demi kebahagiaan ideal?

Saya benar-benar mengharapkan ada yang bisa mencari argumen yang berlawanan dengan argumen di atas karena, asumsi bahwa kita manusia yang hidup di zaman modern tidak bisa bahagia tanpa uang dan harus terjebak mencari uang seumur hidupnya agar bahagia kesannya suram sekali :.)

ini tergantung dari pandangan masing-masing orang ya sebenarnya. untuk orang yang tidak memiliki uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka tentu saja menganggap bahwa dengan adanya uang maka hidup akan bahagia, bisa membeli semua kebutuhan bahkan keinginan. namun, untuk orang dengan kehidupan berkecukupan memiliki pandangan bahwa kasih sayang, perhatian, keharmonisan dalam rumahlah yang akan memberikan kebahagiaan, bukan uang. ini tergantung dari setiap manusianya, bersyukur akan keadaan atau tidak? jika dia bersyukur, maka ia akan menikmatinya dan akan merasa bahagia. karena kita hidup bukan untuk bersaing dengan orang lain, tapi bersaing dengan masa lalu diri sendiri.

Yang harus dipahami adalah bahwa makna HAPPY dan HAPPINESS itu berbeda.
Jika kita merasa badmood, lalu membeli ice cream lalu mood kita menjadi better, artinya kita bahagia, sejatiya kita hanya membeli rasa senang (happy), bukan kebahagiaan, karena rasa senang itu hanya sesaat. Berbeda ketika keluarga kita lapar, kemudian kita pulang ke rumah membawakan pizza, dan keluarga kita terlihat senang & bahagia, lalu kita merasakan KEPUASAN tersendiri karena sudah membuat mereka bahagia, itulah arti sejati dari Kebahagiaan atau happiness itu sendiri.
Jadi, menurutku, uang hanya bisa membeli happy (cenderung untuk diri sendiri, dan sementara), bukan happiness (kebahagiaan, yang cenderung disebabkan karena kita memberikan impact bahagia untuk orang lain)
Ya memang tidak bisa dipungkiri bahwa uang bisa membuat manusia menjadi hidup tenang, tapi esensi adanya uang bisa membeli rasa senang itu bukan untuk memforsir orang-orang bekerja keras bagai kuda, setidaknya, jadilah manusia berguna karena uang yang kamu miliki, karena kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika melihat orang lain bahagia atas kita.

masalah ini sebenarnya adalah masalah sosial. hal ini berarti tidak ada jawaban yang absolut. tidak ada jawaban benar ataupun salah. mengapa? karena beberapa orang hidup dan tumbuh dari berbagai macam kondisi ekonomi dan keluarga yang berbeda. untuk sebagian orang yang lahir dari keluarga yang lebih dari cukup, tentunya ia akan mengatakan bahwa “uang tidak bisa membeli kebahagiaan” karena ia tidak pernah merasakan kekurangan, atau untuk sebagian orang yang berasal dari keluarga yang harmonis, ia mungkin juga akan mengatakan “uang tidak bisa membeli kebahagiaan”, hal ini karena ia sudah mendapatkan cinta dan kasih sayang sebagai kebahagiaannya, oleh karena itu uang bukanlah segalanya. namun untuk sebagian orang yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, dan keluarga yang tidak harmonis, uang adalah sumber kebahagiaannya. karena pada akhirnya ia dapat menjadikan uang sebagai objek subtitute dari apa yang tidak pernah ia dapatkan seumur hidupnya. maka dari itu, untuk kategori orang-orang seperti ini, meskipun mereka terlihat sangat mengejar uang demi kebahagiaannya dan terjebak kedalam sistem kapitalis, saya yakin mereka menikmati prosesnya. karena itu adalah sumber kebahagiaannya, meskipun bagi sebagian orang lainnya hidup seperti itu terlihat suram, tapi tidak bagi mereka.

Uang yang kita hasilkan dari pendapatan hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan individu (bukan yang paling penting). Faktor selain uang yang berkontribusi pada kebahagiaan seseorang sebenarnya juga ditunjukkan oleh penelitian lain yang menunjukkan bahwa hubungan sosial dan koneksi adalah kontributor paling penting untuk kebahagiaan seseorang.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana pekerjaan dan penghasilan kita sesuai dengan pandangan kita tentang makna kesuksesan. Studi lain menunjukkan bahwa ketika orang memiliki pekerjaan yang memberi mereka makna atau tujuan, mereka lebih bahagia, terlepas dari berapa banyak uang yang mereka hasilkan.

Menurut saya pribadi, " apakah uang bisa membeli kebahagiaan? " yes.
tapi, " apakah uang adalah sumber kebahagiaan? " no.
Salah satu penelitian yang saya jadikan referensi disini menunjukkan bahwa kesejahteraan finansial memiliki hubungan positif dengan kebahagiaan (kepuasan hidup).
Apa sih contoh kebahagiaan melalui uang? membeli hadiah untuk orang-orang terdekat kita hingga kegiatan amal.
Adapun contoh kebahagian tanpa uang misalnya saja seseorang yang merasa bahagia melihat hujan turun setelah sekian lama.

Penyebab kebahagiaan itu sederhana, balik lagi ke orang yang memiliki tipe kebahagiaan yang berbeda. Tidak ada yang salah maupun benar. Namun peribahasa tersebut sudah tidak relevan. Kebahagiaan dapat dicapai dengan maupun tanpa uang.

Referensi:

Uang merupakan alat pertukaran yang secara luas dapat diterima dalam pembayaran barang-barang dan jasa serta dalam pelunasan pinjaman. Kita menggunakaan uang dalam membeli kebutuhan sehari-hari atau menyenangkan diri sendiri. relevansi uang dan kebahagiaan Hasil penelitian yang dituangkan dalam artikel “Spending for Smiles: Money Can Buy Happiness After All ini menjelaskan bahwa membelanjakan uang sesuai dengan kepribadian setiap orang akan memberikan kebahagiaan. Hal ini ditunjukkan dengan apabila kita menyukai sesuatu seperti make up, kita menjadi bahagia bila membelinya. Untuk relevansi apakah uang tidak bisa membeli kebahagiaan menurut saya tidak relevan lagi karena kebutuhan kita untuk suatu semakin meningkat dan kebutuhan untuk membahagian diri sendiri juga semakin meningkat.