Apakah Orang Tua Harus "Memilenialkan" Diri?

Menjadi orang tua yang memiliki anak anak dari generasi Alpha adalah hal yang tidak mudah untuk di hadapi, sebab anak anak dari generasi ini memiliki pemikiran yang cukup kritis. Jika orang tua yang cukup aktif mencari informasi pola pengasuhan anak di dunia maya, bisa dipastikan mereka masuk kedalam golongan orangtua milenial.

Psikolog anak dan keluarga, Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd menyebutkan beberapa ciri dari orang tua milenial yakni aktif mencari tips pengasuhan anak dari dunia maya, mengabadikan milestone anak di media sosial dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi dengan kemampuan parenting nya.

Yang kita ketahui semua, hal yang paling sering terjadi di kalangan orang tua adalah membandingkan hidupnya atau kemampuan anaknya dengan anak lainnya yang mengakibatkan anak akan memaksakan minat nya. Tapi sebagian orang tua milenial ini memiliki kebiasaan bermain gadget dengan berlebihan, bahkan dalam mengawasi dan mengatur pola didikan untuk anak pun tak lepas dari gadget, yang membuat anak menjadi ketergantungan dengan gadget juga.

Jadi menurut mu, perlukah orang tua ‘memilenialkan’ diri dalam mengasuh anak?

1 Like

Orang tua atau para boomer yang “memilenialkan” diri merupakan orang tua yang bisa dibilang berusaha untuk mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, orang tua yang dinilai milenial juga memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

  1. Tidak Percaya pada Mitos
  2. Terbuka dengan Pendidikan Anak
  3. Mengandalkan Teknologi
  4. Memilih Menggunakan Pengasuh
  5. Memiliki Banyak Waktu Me Time
  6. Menerapkan Pola Hidup Sehat

Pola asuh orangtua milenial yang berbeda dari generasi sebelumnya terjadi karena perkembangan zaman dan teknologi yang berbeda pula. Namun pola asuh orangtua memang harus menyesuaikan zaman untuk membuat anak lebih siap menghadapi tantangan di masa depan. Menurutku bagi para orangtua boomer sebaiknya hanyalah menjadi orangtua yang memberikan pengalaman dan petuah bagi para generasi muda. Para orangtua tidaklah perlu untuk sok kekinian dan berusaha mengikuti kebudayaan yang sedang digandrungi oleh generasi muda pada saat ini. Karena hal tersebut dinilai terlalu “memaksakan” dan memungkinkan untuk menjadikan para orang tua menjadi agak lebih “setara” dengan anak-anak muda sehingga bisa menurunkan derajat mereka dan menjadikan pemuda kurang menghormati mereka lagi. Menurutku para orang tua cukup untuk tidak berpikiran terlalu kolot, seperti mulai mensupport passion anak-anaknya, tidak mendoktrin anak, dan lain sebagainya. Bagaimanapun juga, menurutku orang tua tetaplah menjadi tempat untuk mencari petuah dan nasihat saja.

Referensi

https://shimajiro.id/article/426/ini-bedanya-pola-asuh-orangtua-generasi-x-dan-orangtua-milenial

menurutku perlu, karena ada sebuah ungkapan sahabat nabi yaitu Ali bin Ai Thalin yang cukup fenomenal mengenai pendidikan anak yaitu " ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamanya, karena mereka hdup di zaman mereka bukan pada zamanmu. sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian" sudah cukup jelas bahwa orang tua juga harus mengikuti perkembangan zaman dalam mendidik anaknya.

Saya setuju dengan pendapat kak @Sherlyeza bahwa para orang tua perlu menyesuaikan diri dengan zaman, namun dari artikel yang saya dapatkan pernyataan tersebut berasal dari Rasulullah SAW yang bersabda: “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”. Artinya, ilmu itu bersifat dinamis dan tidak tetap, keberadaannya menyesuaikan dengan kondisi sekarang dan kehidupan masa depan.

Dari hadist tersebut, sudah sangat jelas bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini serba berubah. Sesuatu yang hari ini istimewa, tapi pada 10 atau 20 tahun mendatang bisa jadi hanya hal yang biasa-biasa saja. Sesuatu yang hari ini mustahil, bisa jadi pada 10 atau 20 tahun mendatang adalah hal yang sangat mudah sekali.

Sumber

Yulianto, Agus. 2017. Didiklah Anak Sesuai Zamannya | Republika Online Diakses pada tanggal 27 Agustus 2021

Saya sangat setuju dengan pendapat mbak @Sherlyeza . Menurut saya, penjabaran mengenai pernyataan sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Ali bin Abi Thalib sudah sangat jelas bahwasanya setiap orang tua di dunia ini haruslah menyesuaikan pola asuh yang diterapkan sesuai dengan jaman yang ada. Jangan sampai pola asuh yang diterima orang tua ketika jaman dulu diterapkan jaman sekarang. Tentunya ini sangat tidak relevan dan tidak sesuai dengan jamannya. Jaman sudah berubah, dan pola asuh juga haruslah berubah. Dikahwatirkan, karena pola asuh jaman dulu terkenal keras dan disiplin, akan berimbas negatif pada anak jaman sekarang sehingga menyebabkan cidera secara mental pada di anak.

Menurutku tidak harus. Dalam parenting yang baik dalam artikel oleh Nooraeni (2017) adalah membangun relasi (hubungan) yang hangat antara orang tua dan anak melalui penerimaan (acceptance), awarness (kepedulian) dan sikap responsif (responsiveness) terhadap kebutuhan anak serta tersedianya batasan-batasan yang diwujudkan melalui tuntutan dan kontrol. Tuntutan disini maksudnya adalah anak diberikan tugas namun harus disertai dengan tanggung jawab dan konsekuensi. Sedangkan kontrol berarti orang tua harus tetap mengawasi dan mengarahkan anak. Oleh sebab itu, ‘memilenialkan’ diri menurutku bukan cara yang tepat, tapi lebih kepada membangun relasi.

Referensi

Nooraeni, Resiana. 2017. Implementasi Program Parenting Dalam Menumbuhkan Perilaku Pengasuhan Positif Orang Tua Di PAUD Tulip Tarogong Kaler Garut. Departemen Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan: Universitas Pendidikan Indonesia.

“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu,” demikian pesan Khalifah Kedua Umat Islam, Umar bin Khaththab. Pesan yang sungguh singkat dan mudah diingat.

pengertian mendidik anak sesuai zamannya adalah mengarahkan anak-anak kita mampu survive dalam zaman dimana dia hidup, sehingga mampu menjadi insan yang mandiri dan kontributif bagi kemaslahatan umat.

Mengenai pendidikan yang bersifat tsawabit (aqidah dan ibadah) maka orang tua harus menempatkannya sebagai yang paling utama. Lebih dahulu dan lebih penting dari penanaman skill. Sebab, kecerdasan skill yang tidak dilandasi dengan aqidah yang kokoh hanya akan menimbulkan kerusakan demi kerusakan.

Seperti yang kita lihat dan rasakan di zaman ini. Betapa mereka yang terdidik secara kognitif ternyata banyak yang tidak mampu memengang teguh norma-norma agama, moral, dan sosial. Tinggi intelektualitasnya namun rendah integritasnya.

Semua ini dikarenakan konsep yang keliru dalam pendidikan anak. Dimana atas nama perkembangan zaman aspek yang mutaghayyirat dikejar-kejar, sementara yang tsawabit justru diabaikan.

Jadi, sesuai dengan ajaran tersebut saya setuju bahwa orang tua harus memilenialkan diri.

Sumber

https://harapanibu.com/mendidik-anak-sesuai-jamannya.html

Menuruku harus, namun memilennialkan diri disini maksudnya orang tua harus mengikuti perkembangan zaman. Untuk yang anaknya sudah agak besar dan mulai kenal internet dan pegang handphone, para orang tua juga harus menguasai cara berinternet dengan cara diskusi dengan mereka, dan ajak anak untuk menggunakan internet dengan bijak.

Seperti pendapat teman-teman diatas, menurutku juga orang tua harus memilenialkan diri dalam mengasuh anak. Terlepas dari pesan keagamaan, mendidik anak sesuai dengan zamannya ini sangatlah penting. Menyeimbangkan serta menyesuaikan diri untuk menjalani kehidupan dengan mendidik anak di zaman yang terus berkembang, membuat orang tua juga perlu berusaha untuk mengikuti zaman. Sebab, jika orang tua yang menolak untuk mengikuti zaman itu berpotensi akan terus memiliki pemikiran yang kolot, sulit menerima keputusan sang anak, bahkan bisa dicurangi oleh anaknya sendiri.

Setidaknya dengan paham mengenai teknologi yang ada saat ini, orang tua dapat lebih mengertikan dan mengawas anak agar tidak keluar dari batasannya. Dengan menjadi orang tua yang melek teknologi juga dapat mengajari anak untuk bijak dalam penggunaan teknologi tersebut. Anak yang diasuh oleh orang tua yang mengertikan dirinya, cenderung lebih terawasi dan lebih nyaman ketika berdiskusi soal fenomena yang sedang terjadi.

Perlu banget. Kemajuan teknologi dewasa ini yang semakin pesat membuat disrupsi pada kehidupan sehari-hari, mulai dari mencari pekerjaan, berbagai informasi, bekerja, belajar, dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa lebih dari setengah populasi di Indonesia telah terhubung dengan Internet, baik orang tua maupun anak-anak. Namun, tidak semua hal berdampak positif. Sebab tidak jarang anggota keluarga yang justru kualitas komunikasi antar anggota keluarganya semakin menurun karena lebih tertarik untuk menghabiskan waktu dengan gadget atau perangkat digital lainnya dibandingkan dengan berinteraksi bersama. Terlebih generasi milenial lebih tertarik dengan pengembangan keterampilan interpersonal, dan bergaul dengan teman-temannya (Brailovskaia & Bierhoff, 2018 dalam Rahmawati et all., 2019). Untuk itu, sangat penting bagi ayah dan ibu untuk bekerja sama dalam menentukan pola asuh seperti apa yang baik untuk dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini karena karakteristik setiap generasi berbeda-beda sebab ditentukan oleh perubahan dan kondisi demografik saat itu.

Menurut Andriyani (2018) dalam Fatmawati (2019), generasi milenial memiliki karakteristik yang diantaranya seperti; memiliki ambisi besar untuk sukses, cenderung berpikir praktis dan berperilaku instan, mencintai kebebasan, percaya diri, cenderung menyukai hal yang detail, memiliki keinginan besar untuk memperoleh pengakuan, mahir menggunakan digital dan teknologi informasi. Dengan demikian, orang tua perlu untuk memiliki pola asuh yang sesuai diterapkan pada generasi milenial tersebut guna membentuk kepribadian anak yang baik dan mencegah mereka berperilaku menyimpang.

Sumber

Rahmawati, Novi R. Z Nilla. Septiana. Karina. Masitoh, Fitriatul. 2019. Pola Pengasuhan Orangtua Milenial. 4

Fatmawati, Nur Ika. 2019. Literasi Digital, Mendidik Anak Di Era Digital Bagi Orang Tua Milenial. 11(2)