Lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Lignin merupakan komponen kimia kayu yang sangat tidak diharapkan kehadirannya dalam produk pulp karena dapat menurunkan ketahanan fisik pulp dan menyebabkan warna pulp gelap sehingga meningkatkan konsumsi bahan kimia dalam proses pemutihan (Casey 1980). Dari segi morfologi, lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamela tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder. Selama perkembangan sel, lignin dikategorikan sebagai komponen terakhir dalam dinding sel yang dapat menembus di antara fibril-fibril sehingga dapat memperkuat dinding sel (Fengel dan Wegener 1995).
Lignin terdapat di antara sel-sel dan dalam dinding sel serta berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel agar tetap bersama. Keberadaan lignin dalam dinding sel sangat erat hubungannya dengan selulosa yang berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan air kayu dan mengurangi degradasi terhadap selulosa. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam lamella tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan dinding sekunder (Haygreen dan Bowyer 1989; Sjostrom 1995).
Menurut Achmadi (1990), berdasarkan unsur strukturalnya, lignin dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu Lignin guaiasil dan Lignin guaiasilsiringil. Lignin guaiasil terdapat pada kayu daun jarum (23-32%), dengan prazat koniferil alkohol sedangkan lignin guaiasil-siringil terdapat pada kayu daun lebar (20-28%, pada kayu tropis >30%), dengan prazat koniferil alcohol dan sinapil alkohol dengan nisbah 4:1 sampai 1:2.
Penyusun utama lignin kayu daun lebar (Hardwood) adalah unit-unit trans-conyferil alcohol dan trans-sinapyl alcohol. Struktur bangun lignin adalah ikatan bersama dari rantai/ikatan eter (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). Ikatan antar unit tersebut pada lignin hardwood dan softwood membentuk struktur β-O-4 (Gullichsen dan Paulapuro 2004).
Lignin Terlarut Asam
Lignin memiliki gugus fungsi yang mengandung oksigen pada posisi benzylic yang sensitif terhadap media asam dan memiliki kecenderungan berubah pada saat prosedur penentuan kadar lignin (Yasuda et al. 2001). Achmadi (1990) menerangkan bahwa pada suasana asam, lignin cenderung melakukan kondensasi. Peristiwa ini menyebabkan bobot molekul lignin bertambah dan dalam keadaan yang sangat asam, lignin yang telah terkondensasi ini akan mengendap. Lignin sebagian akan terlarut di dalam asam pada tahap hidrolisis kedua dari prosedur lignin klason.
Metode ini berfungsi untuk menentukan nilai absorpsi sinar UV pada larutan asam yang diencerkan dari prosedur lignin Klason. Hidrolisis dari tahap kedua pada prosedur lignin Klason dibaca pada standar cuvette UV (1 cm panjang alur) pada panjang gelombang 200-205 nm. Swan (1965) menyatakan bahwa pengukuran absorbsi UV pada hidolisat dapat dilakukan secara berkala pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm. Namun, hasil degradasi karbohidrat seperti hidroksimetilfurfural dari heksosa, furfural dari pentosa dan asam uronik akan mengganggu proses analisis khususnya pada panjang gelombang 280 nm. Oleh karena itu, panjang gelombang yang direkomendasikan untuk pengukuran lignin terlarut asam yaitu 205 nm walaupun faktor lain akan menjadi penghambat pengukuran pada panjang gelombang yang lebih rendah. Selain menggunakan cara spektrofotometri, penentuan lignin terlarut asam juga dapat dilakukan dengan cara penentuan sisa lignin total menggunakan metode asetil bromida. Lignin sisa dengan persentase yang kecil umumnya tetap berada dalam holoselulosa. Bagian sisa lignin ini berubah selama delignifikasi yaitu menjadi larut selama penentuan sisa lignin yang tidak telarut dalam asam dengan hidrolisis asam terhadap holoselulosa. Dalam analisis kayu, lignin yang larut dalam asam dapat menyebabkan kesalahan hingga 9%. Hanya ketika lignin terlarut asam dan lignin tidak terlarut asam sudah ditentukan, maka hasil analisis dapat mencapai 100% (Fengel dan Wegener 1995).
Musha dan Goring (1974) dalam Akiyama et al. (2005) menjelaskan bahwa proporsi lignin terlarut asam dalam hardwood lebih besar dengan kandungan lignin Klason yang lebih rendah dan kandungan metoksil yang lebih tinggi. Fengel dan Wegener (1995) juga menjelaskan bahwa kayu daun lebar memiliki jumlah lignin terlarut asam sampai 4% sementara kayu daun jarum sekitar 1%. Dalam penentuan lignin, kesalahan yang disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa dan hasil-hasil reaksi yang tetap tinggal dengan lignin yang tersisa dan tidak dapat dihidrolisis bisa saja terjadi sehingga nilai lignin mengalami bias seolah-olah menjadi lebih tinggi.
Lignin terlarut asam merupakan salah satu sifat kimia yang menunjukkan kandungan serta reaktifitas lignin dalam kondisi asam. Adanya lignin terlarut asam dalam jumlah besar akan memberikan pengaruh terhadap kandungan total lignin kayu sehingga penentuan lignin terlarut asam sangat penting dalam kaitannya dengan struktur kimia kayu dan reaktifitas lignin.