Apa Tumbal Proyek Benar-Benar Ada?

Tradisi penumbalan erat sekali sepertinya untuk dibahas dalam budaya bangsa ini, banyak sekali kegiatan adat yang memerlukan tumbal sebelum pelaksanaannya. Mulai dari tumbal menggunakan hewan bahkan hingga manusia. Adanya penumbalan manusia tidak hanya sebatas data arkeologis saja, namun juga disebut dalam tradisi lisan (oral tradition) maupun karya sastra seperti Calon Arang. Salah satu tradisi lisan soal penumbalan manusia untuk adalah Legenda Tengger (Gunung Bromo). Legenda itu secara jelas menyebutkan anak-anak yang ditumbalkan pada gunung dengan tujuan tolak bala dan menyenangkan penguasa gaib.

Pada masa kini penumbalan yang masih tersisa dan dianggap sebagai bagian dari tradisi hanyalah tumbal binatang saja. Meski tidak menutup kemungkinan juga masih ada orang yang mempraktekkan tumbal manusia dan binatang dalam proyek pembangunan atau juga pesugihan. Tumbal di proyek sendiri dianggap sebagai salah satu bentuk tolak bala dan pemberi keselamatan saat proyek berlangsung. Adanya hal ini tentu didasari oleh sifat banyak masyarakat Indonesia yang lebih percaya pada takhayul daripada rasionalisme. Istilah tumbal saat ini dalam proyek pembangunan malah sering disalah artikan juga sebagai korban penggusuran lahan dari proyek tersebut.

Tapi apakah tumbal proyek dalam artian sebenarnya benar-benar ada? Atau hanya mitos di kalangan masyarakat saja? Bagaimana menurut Youdics?

Konon, cerita mengenai kepala manusia yang dijadikan tumbal proyek untuk dijadikan fondasi jembatan sudah ada sejak masa penjajahan ratusan tahun lalu. Menurut kisah para orang tua, fenomena tumbal ini banyak terjadi di proyek konstruksi jembatan. Tujuannya agar pondasi jembatan itu kuat, karena dilindungi oleh roh dari tumbal tersebut.

Kalau dipikir, apa kaitannya tumbal dengan kekuatan bangunan? Tidak masuk akal kan?

Saya jadi teringat sebuah cerita anekdot. Zaman kolonial dulu orang Belanda banyak membangun jembatan untuk kereta api. Para koeli pribumi ini konon bertanya kepada meneer Belanda bagaimana caranya membangun jembatan yang kuat dan awet. Salah seorang meneer menjawab “dengan ini!” sambil menempelkan jari telunjuknya tepat di kepala orang yang bertanya. Dari dialog tersebut, warga berasumsi bahwa untuk membangun jembatan yang kokoh, maka harus menggunakan kepala manusia. Padahal maksud meneer Belanda tadi adalah menggunakan isi kepala alias otak, pikiran.

Saya tidak tahu apakah cerita tersebut nyata. Kalaupun tumbal proyek itu ada, itu lebih cocok disematkan ke pekerja yang meninggal karena kecelakaan proyek.