Apa saja syarat-syarat untuk menjadi Islam dan Iman?

Islam adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. … Islam memiliki arti “penyerahan”, atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan ( Allāh).

Apa saja syarat-syarat untuk menjadi Islam dan Iman?

Iman sejati mengharuskan pengamalan terhadap seluruh aturan syariat, maka menyatakan Iman dan Islam tanpa mengamalkan secara totalitas aturan Allah Swt dan Rasul-Nya, kendati menyebabkan berlakunya hukum-hukum lahir Islam atasnya, tidak akan memberikan petunjuk dan kebahagiaan sejati baginya. Karena itu, al-Qur’an memandang kehidupan tayyibah sebagai kehidupan yang senantiasa mengikut pada iman dan amal shaleh.

Barang siapa yang hanya memiliki satu dari dua perkara ini, yaitu mengklaim dirinya sebagai orang beriman namun tidak beramal, atau beramal shaleh namun tidak beriman maka posisinya laksana burung yang hanya memiliki satu sayap dan sekali-kali tidak mampu terbang (tinggi) dan melesak ke puncak kebahagiaan dan kesempurnaan.

Kondisi itu dapat dirubah kecuali jika ia merubah jalannya, melengkapi imannya dengan amal shaleh dan amal shaleh dengan iman dengan menyatakan Islam dan menerima seluruh pengetahuan tingginya sehingga dengan melalui jalan ini ia tergolong sebagai orang-orang yang dekat kepada Allah Swt dan masuk ke dalam surga. Semakin tinggi derajat makrifat seseorang terhadap Islam, iman, perintah-perintah Ilahi, Rasulullah Saw dan mengamalkan seluruh perintah syariat lebih banyak dan lebih tulus maka derajat imannya juga akan semakin tinggi.

Di sini kami memandang perlu menyebutkan beberapa poin penting:

  • Antara iman dan amal shaleh terdapat hubungan yang terjalin secara berkelindan. Semakin kuat iman seseorang maka kualitas dan kuantitas amal shaleh dan penghindaran dari maksiat dan pembangkangan semakin kuat. Demikian pula semakin tinggi perhatian terhadap amal shaleh dan menjauh dari dosa-dosa besar maka semakin kokoh iman dalam diri sehingga manusia dapat mencapai puncak kebahagiaan dan akan semakin berkibar di atas puncak kemanusiaan. Sebaliknya semakin banyak dosa dan getol melakukannya akan menjadi penyebab sirnanya iman dalam hatinya dan sejatinya banyaknya dosa yang dilakukan adalah bersumber dari kelemahan iman.

  • Membenarkan nabi-nabi lainnya dan kitab utama mereka, tidak mengharuskan pengamalan terhadap syariat mereka, karena syariat sebagian dari mereka hanya khusus berlaku pada kaum mereka sendiri dan sebagian syariat lainnya teranulir (mansukh) dengan datangnya syariat dan kitab yang baru. Artinya masa berlaku syariat dan kitab lama telah berakhir dan digantikan dengan syariat dan kitab baru. Karena itu, membenarkan mereka bermakna menerima mereka sebagai nabi Allah Swt dan penghormatan terhadap kedudukan dan pengabdian mereka, bukan bermakna pengamalan terhadap syariatnya.

  • Amalan-amalan terpenting yang memisahkan seorang muslim dari non-Muslim adalah apa yang popular dikenal sebagai “furuuddin” dan wajib bagi mereka yang memikul beban taklif ini untuk mempelajarinya. Dari sisi lain, tidak mengamalkan “furuuddin“, tanpa mengingkari “ushuluddin“, juga akan menjadi penyebab tertahannya manusia untuk masuk surga dan apabila hal ini terus berlanjut hingga akhir hidupnya dan tidak bertobat, maka akan menjadi penyebab siksa abadi.

  • Iman harus bersifat mutlak. Karena iman tidak mengenal diskriminasi. Apabila ada seseorang benar-benar merupakan seorang Mukmin dan Muslim sejati maka ia tidak dapat berkata: “Aku hanya mau menerima sebagian dari pengetahuan agama dan sebagian hukum saja yang aku ingin amalkan. Karena menurut al-Qur’an perbuatan semacam ini, adalah mengamalkan agama mengikut hawa nafsu dan hanya sesuai dengan seleranya dan termasuk sebagai kekufuran; bukan iman kepada Tuhan, hari Kiamat dan kenabian para nabi.

  • Iman dan amal shaleh memiliki tingkatan, intensitas dan kelemahan. Seluruh kaum Mukminin yang shaleh tidak berada satu tingkatan. Iman dan amal shaleh memiliki tingkatan dan derajat yang berbeda di hadapan Allah Swt dan di dalam surga. Karena itu, untuk memperdalam iman dan meningkatkan kuantitas dan kualitas amal shaleh maka kita harus berusaha semaksimal mungkin meraup ilmu pengetahuan sehingga kita bisa meraih tingkatan yang lebih tinggi.

  • Tidak mengingkari ushuluddin dalam Islam. Mengingkari salah satu ushuluddin dalam Islam dan demikian juga mengingkari kewajiban dari salah satu kewajiban yang harus dilakukan ataupun mengingkari keharaman salah satu yang diharamkan yang sekedudukan dengan pengingkaran terhadap dharuriyatuddin (hal-hal yang pasti dalam agama) dan karena kondisi tertentu menyebabkan ia keluar dari Islam dan orang yang melakukan hal ini tergolong sebagai murtad.