Apa yang dimaksud dengan asam lemak trans ?

Asam lemak trans (trans-faty acid) mempunyai dampak yang merugikan kesehatan manusia (FAO, 2010). Oleh karena itu, negara-negara Barat melarang menggunakan asam lemak trans dalam bahan amakanan.

Apa yang dimaksud dengan asam lemak trans ?

1 Like

Asam lemak trans, merupakan golongan asam lemak tak jenuh dengan trans-isomer yang mengacu pada konfigurasi ikatan rangkap karbon yang berasal dari minyak nabati yang mengalami proses pemadatan melalui teknik hidrogenasi parsial.

Asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap atau lebih . Asam lemak tak jenuh dikelompokkan dalam tiga jenis; yaitu asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acids) dengan satu ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids) dengan ikatan rangkap lebih dari satu, dan asam lemak trans (trans fatty acids).

Sebagai contoh adalah asam oleat mengandung satu ikatan rangkap, asam linoleat mempunyai dua ikatan rangkap, sedangkan asam linolenat mempunyai tiga ikatan rangkap, asam elaidat adalah asam lemak trans, yang merupakan isomer non alami dari asam oleat

Ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh, memungkinkan terjadinya isomer geometrik yang bergantung pada orientasi atom atau gugus disekeliling sumbu ikatan rangkap, jika rantai asil berada pada sisi yang sama, senyawa tersebut adalah tipe cis. Bentuk atau konfigurasi cis memiliki dua bagian rantai karbon yang cenderung berhadapan satu sama lain, sedangkan bentuk trans memiliki dua bagian dari rantai karbon yang hampir linier. Asam- lemak tak jenuh rantai panjang yang terdapat di alam hampir semuanya memiliki konfigurasi cis, di mana molekulnya tertekuk 120 derajat pada ikatan rangkapnya.

Ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh akan mudah mengalami perubahan fisik dan kimia selama proses pengolahan. Pada temperatur rendah, rantai karbon pada asam lemak tak jenuh membentuk suatu pola zig- zag bila diekstensikan. Pada temperatur yang lebih tinggi, sebagian ikatan mengadakan rotasi sehingga terjadi pemendekan rantai. Sifat- sifat inilah yang menyebabkan asam lemak trans memiliki konfigurasi dan sifat yang hampir menyerupai asam lemak jenuh.

Peningkatan jumlah ikatan rangkap cis dalam asam lemak menghasilkan sejumlah konfigurasi molekul khusus , misalnya asam arakhidonat, dengan 4 ikatan rangkap cis, bisa mempunyai bentuk terpilin atau bentuk U. Bentuk ini mempunyai makna penting pada bungkus (packing) molekul dalam membran atau pada posisi yang ditempati oleh asam lemak di dalam molekul yang lebih kompleks seperti fosfolipid.

Adanya ikatan rangkap trans akan mengubah hubungan spasial ini dan menyebabkan asam lemak tak jenuh tersebut mempunyai sifat khas. Salah satu sifat yang penting adalah bahwa ikatan rangkap tersebut relatif rentan terhadap perubahan- perubahan kimia, antara lain oksidasi, polimerisasi dan reaksi- reaksi lainnya, oleh sebab itu, asam lemak tak jenuh akan lebih mudah mengalami perubahan fisik dan kimia selama proses pengolahan dibanding asam lemak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen ( mudah teroksidasi ), sehingga mudah menjadi tengik (rancid).

Proses ini dikenal sebagai kerusakan bahan yang mengandung lemak yang penyebabnya adalah reaksi oksidasi terhadap asam lemak tak jenuh. Perusahaan yang menggunakan lemak tersebut tidak mau mengalami kerugian, sehingga dibuat suatu usaha yang membuat lemak tersebut menjadi tahan lama dengan mereaksikannya dengan hidrogen agar asam lemak itu tidak jenuh lagi, yang disebut dengan reaksi hidrogenasi.

Proses hidrogenasi yang terjadi selain menghasilkan produk yang kaya asam lemak tak jenuh tunggal yang stabil, jumlah asam lemak jenuh yang lebih banyak, juga menghasilkan asam lemak trans.


Gambar Konfigurasi molekul asam lemak trans, saturated dan cis.

Asam lemak adalah asam monokarboksilat berantai lurus yang terdapat di alam sebagai ester di dalam molekul lemak atau trigliserida. Hasil hidrolisis trigliserida akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap rantai karbon di dalam molekulnya. Asam lemak tidak jenuh (memiliki ikatan
rangkap) yang terdapat di dalam minyak dapat berada dalam dua bentuk yakni isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh alami biasanya berada sebagai asam lemak cis,
hanya sedikit bentuk trans. Jumlah asam lemak trans (trans fatty acids = TFA) dapat meningkat di dalam makanan berlemak terutama margarine akibat dari proses
pengolahan yang diterapkan seperti hidrogenasi, pemanasan pada suhu tinggi (Sebedio and Chardigny, 1996; Martin, et al., 1998; Silalahi, 1999; Silalahi, 2000;).
Dari hasil penelitian selama dekade terakhir ini menunjukkan bahwa keberadaan TFA di dalam makanan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan yakni
sebagai pemicu penyakit jantung koroner (PJK) yang tidak boleh diabaikan. Bahkan menurut hasil-hasil penelitian dua tahun terakhir bahwa pengaruh TFA lebih buruk daripada efek negatif asam lemak jenuh dan kolesterol (Mensink, et al., 1992; Judd, et al., 1994; Ascherio, et al., 1994; Subbaiah, et al., 1998; Oomen, et al., 2001; Wardlaw and
Kessel, 2002). Dalam makalah ini akan diuraikan keberadaan asam lemak trans di dalam makanan dan pengaruhnya terhadap kesehatan.

Asam lemak trans, sebenarnya merupakan golongan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tidak jenuh dapat mengandung satu ikatan rangkap atau lebih. Asam lemak tak jenuh dikelompokkan dalam tiga jenis; yaitu asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acids) dengan satu ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids) mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap,
dan asam lemak trans (trans fatty acids). Sebagai contoh adalah asam oleat mengandung satu ikatan rangkap, asam linoleat mempunyai dua ikatan rangkap, sedangkan asam linolenat mempunyai tiga ikatan rangkap, asam elaidat adalah asam
lemak trans, yang merupakan isomer non alami dari asam oleat.

Asam- asam lemak trans bukan merupakan produk alami, namun asam lemak trans dijumpai dalam jaringan- jaringan individu yang mengkonsumsi makanan normal. Sedikit kontribusi tambahan berasal dari konsumsi lemak ruminansia yang mengandung asam lemak trans; asam lemak ini timbul sebagai hasil kerja mikroorganisme yang ada di dalam usus hewan pemamah biak Berbagai macam asam lemak trans terdapat di dalam makanan, dan yang paling banyak dijumpai adalah isomer.

Pengaruh Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan


Berdasarkan penelitian epidemiologis telah menunjukkan bahwa TFA merupakan faktor risiko yang penting pada PJK. Konsumsi TFA menimbulkan pengaruh negatif karena menaikkan kadar LDL, sama seperti pengaruh dari asam lemak jenuh. Akan tetapi disamping menaikkan LDL, TFA juga akan menurunkan HDL sedangkan asam lemak jenuh tidak akan mempengaruhi kadar HDL. Tambahan lagi, TFA cenderung menaikkan lipoprotein aterogenik yakni lipoprotein (a) (Sundram, et al., 1997; Chandrasekharan and Basirun, 2000; Wardlaw and Kessel, 2002). Jadi pengaruh TFA dibandingkan dengan asam lemak jenuh, efek negatif dari TFA dapat menjadi lebih dua kali lipat atau lebih daripada pengaruh asam lemak jenuh atau kholesterol yang tinggi (Ovesen, et al. 1998; Subbaiah, et al., 1998). Misalnya, setiap peningkatan 5% asupan energi dari asam lemak jenuh akan menaikkan resiko PJK sebesar 17%, sedangkan setiap kenaikan 2% selanjutnya asupan energi dari TFA akan meningkatkan
resiko 93% (Wardlaw and Kessel, 2002). Jika dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggantikan asam lemak
jenuh dengan asam lemak tak jenuh sebanyak 5% akan menurunkan resiko PJK sebesar 42%, sedangkan penggantian 2% TFA dengan asam lemak cis akan mengurangi 53% resiko PJK. Mekanisme TFA menurunkan HDL ialah dengan menghambat aktivitas lecithin cholesterol acyl transferase (LCAT). Ratio dari LDL/HDL merupakan peramal dan faktor risiko PJK yang lebih relevan dibandingkan dengan faktor resiko lainnya seperti kadar total kolesterol yang tinggi; makin besar ratio LDL/HDL diatas nilai ideal 4 (empat) makin besar resiko PJK (Silalahi, 2002).

Asupan TFA yang tinggi juga akan mempengaruhi dan mengganggu metabolisme asam lemak omega-3 yang sangat diperlukan dan berfungsi dalam otak dan penglihatan dan asupan TFA selama kehamilan diduga juga akan mengganggu metabolisme asam lemak esensial sehingga dengan demikian akan mempengaruhi perkembangan janin (Wardlaw and Kessel, 2002). Oleh karena itu, asupan lemak dengan kandungan TFA yang tinggi bagi anak-anak terutama margarine tidak dianjurkan. Kandungan TFA yang rendah di dalam margarine lunak (soft margarine) yang juga masih mengandung asam lemak tak jenuh masih lebih baik daripada mentega yang terdiri dari asam lemak jenuh. Pengaruh TFA sangat tergantung pada kadar asupan; kadar tinggi (diatas 6% dari energi total) jelas akan berbahaya tetapi kadar rendah (2% dari energi total) dan
kadar sedang (4,5% dari energi total) tidak akan berbahaya jika dikonsumsi bersamaan dengan asam lemak tak jenuh ganda, dalam hal ini, pengaruh positif asam lemak tak
jenuh akan ditiadakan oleh adanya TFA di dalam makanan. Efek negatif dari konsumsi TFA ini masih dipengaruhi oleh komponen lain terutama asam lemak tak jenuh ganda. Jadi pengaruh negatif dari TFA meningkat jika asupan asam lemak esensial linoleat rendah karena TFA menghambat biosintesa asam lemak arahidonat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan (Judd, et al., 1994). Walaupun umumnya TFA mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan, tetapi asam lemak Vassenat bentuk trans adalah asam linoleat terkonyugasi (conjugated linoleic acid = CLA) yang memiliki sifat antikanker. Perbedaan CLA dengan asam linoleat adalah bahwa asam linoleat mempunyai ikatan rangkap pada posisi atom karbon 9 dan atom karbon 12 dan keduanya dalam bentuk cis, tetapi CLA mempunyai ikatan rangkap pada atom karbon 9 dalam bentuk cis dan atom karbon 11 dalam bentuk trans (Hasler, 1998 ; Doyle, 1998 ; Aro, 2001). Daging sapi panggang mengandung asam conjugated linoleic acid (CLA) yang bersifat antikarsinogenik. CLA banyak ditemukan di dalam binatang ruminansia (daging sapi, susu, dan domba). Lemak sapi mengandung 3,1 – 8,5 mg CLA/g, dan CLA meningkat dalam makanan yang diolah atau dimasak. Hal ini penting karena pada
kenyataannya, dalam daging yang telah dimasak terdapat juga mutagen dan karsinogen. Berdasarkan hasil penelitian pada binatang diketahui bahwa konsentrasi 0,1-1% dalam diet dapat berperan sebagai antikanker (Hasler, 1998).

Referensi

http://eprints.undip.ac.id/48501/3/Bab_2.pdf
file:///C:/Users/PERSONAL/Downloads/4431-Article%20Text-14680-2-10-20120713.pdf